19/04/12

Haji, Puncak Training Membangun Ketangguhan Pribadi Islami

Ibadah Haji dimulai dengan niat, sambil menanggalkan pakaian biasa dan menggunakan pakaian ihram. Niat mempunyai arti yang sangat luas dan dalam. Niat bukan hanya di lihat dari sisi ritualnya saja. Niat adalah visi dan motivasi sebagai dorongan awal untuk melangkah melaksanakan ibadah haji. Niat utama ibadah haji adalah karena Allah semata, bukan karena pamer, megah-megahan atau karena ingin dipanggil pak haji atau ibu haji, tetapi benar-benar karena Allah dalam rangka melaksanakan salah satu dari Rukun Islam.

Sedangkan niat pendukungnya adalah untuk membangun kejernihan hati menjadi fitrah, meningkatkan keimanan dan memperkuat ibadah yang pada akhirnya akan menciptakan ketangguhan pribadi yang Islami.

Pakaian ihram adalah simbul dari fitrah, yang melambangkan kemerdekaan dan pembebasan dari belengu-belengu (hal yang menghambat). Apabila seseorang telah mengenakan pakaian ihram, artinya ia telah merdeka, sehingga telah memiliki kembali fitrahnya. Ia mampu mendengar kembali suara-suara hatinya dengan jernih dan jelas, karena telah terbebas dari belengu-belengu yang menutup telinganya, yaitu pengaruh-pengaruh yang menghambat kearah yang benar.
Orang-orang yang telah kembali fitrah adalah orang-orang yang mempunyai suara hati (kalbu) yang cendrung bersikaf adil, bijaksana, pengasih, jujur, bisa dipercaya, memiliki kometmen, memiliki integritas, mau belajar, mau mendengar, ingin maju, kreatif, ingin menolong dan ingin memelihara.

Ini artinya, mereka telah terbebas dari bungkusan pakaian manusia yang sering merupakan simbul-simbul palsu yang penuh dengan kebohongan. Inilah makna mengenakan pakaian ihram yang sebenarnya, yaitu pembebasan dari berbagai paradigma yang membelengu, sehingga munculah pribadi yang fitrah dan memiliki spiritual yang sangat tinggi. Dan setelah itu mereka memulai dengan langkah nyata menghapuskan segala dosa,dan memenuhi keinginannya melalui thawaf, sa’i, wukuf, dan melontar jumrah.

“Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran  yang ada pada badan mereka dan hendaklah  mereka menyempurnakan nazar-nazarnya  dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)” QS Al Hajj ayat 29

Thawaf merupakan suatu langkah fisik untuk mengelilingi Ka’bah. Ka’bah (Baitullah) adalah suatu visualisasi prinsip yang hanya berpegang kepada Allah Yang Esa. Ka’bah adalah sebuah alat bantu untuk mentranformasikan prinsip yang abstrak kepada sesuatu yang nyata. Sehingga prinsip yang kasat mata ini bisa lebih divisualisasikan. Dan itulah perwujudan kasih sayang Allah untuk membantu manusia membangun paradigma yang hanya menyembah kepada Allah Yang Esa, dimana Ka’bah hanya sebagai lambang pusat orbit semata.

Mengelilingi Ka’bah melambangkan kegiatan manusia yang tiada henti. Berpusat pada Ka’bah melambangkan bahwa segala kegiatan hanya berprinsip kepada Allah semata, tiada yang lain. Inilah pusat prinsip, Lailaha ilallah.

Berputar kekiri, mengartikan suatu gerakan elektron yang mengarah kepada inti atom, pusat gaya tarik magnit, dimana elektron-elektron mengitari inti atom. Atau gerakan-geakan planet (merkurius, vinus, bumi dan yang lain) mengelilingi matahari. Begitu pula susunan partikel dan molekul. Semua unsur dari benda, dari yang kecil hingga yang besar, dari atom hingga galaksi, semua sujud dan meyembah Allah Swt.

“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” QS Al Fatihah ayat 2

Kehendak spiritual itu tidak hanya pada alam semesta, namun berlaku juga pada manusia. Hal ini ditunjukan secara universal, seumpama antara gerakan evolusi bintang-bintang dengan pola gerakan thawaf manusia pada Ka’bah di Mekah.

Ini pelajaran spiritual yang sangat penting untuk dipahami sebagai petunjuk bagi manusia penghuni bumi yang kecil ini, akan eksistensi sebuah ketetapan hukum dan prinsip yang harus diikuti dan tidak bisa dilanggar. Apabila kita langgar, maka ini sama saja dengan melanggar garis orbit planet, garis orbit elektron atau garis orbit manusia yang sedang berthawaf mengelilingi Ka’bah, kita akan terdorong, tertabrak dan terlempar dengan kuatnya. (Bagi yang telah berhaji pengalaman ini sudah dirasakan). Dan dapat dicontohkan pula, apabila bumi bergeser sekian milimeter saja dari garis orbit, maka niscaya bumi ini akan hancur dan hangus terbakar dan mungkin juga keseimbangan tata surya hingga tatanan galaksi akan luluh lantak berkeping-keping. Begitu juga manusia, apabila keluar dari garis orbit (tidak sesuai dengan Rukun Islam), maka yang terjadi adalah kehancuran sosial dimana-mana.

Berputar-putar 7 kali mengelilingi Ka’bah, melambangkan jumlah hari dalam satu minggu, atau suatu upaya yang tidak kenal henti untuk berjuang. Namun, perjuangan itu harus tetap berputar pada prinsip, apapun yang terjadi, Allah-lah pusat kekuatan prinsip kita.Hal ini tidak hanya diwujudkan dalam perkataan atau disimpan dalam hati saja, tetapi harus diaplikasikan secara total.
Sa’i, yang dicontohkan oeh Siti Hajar dari Shafa ke Marwah, sebuah contoh konsistensi dan prestasi dalam rangka dalam menjalankan missi Tuhan sebagai rahmatan lil alamiin. Siti Hajar adalah istri Nabi Ibrahim as. Saat itu ia berjalan bolak-balik, berkali-kali di tengah gurun yang tandus mencari air bagi anaknya Ismail. Ia ketika itu berlari-lari bolak balik dari Shafa ke Marwah mencari air. Ia tidak hanya berlari satu kali, lalu berhenti ketika ia tidak menemukan air yang diperlukannya. Ia kembali lagi, dan berupaya lagi. Ketika gagal ia berusaha lagi untuk mencari air yang sangat dibutuhkan itu,terus berusaha sambil belari-lari. Dalam hatinya yang teguh, ia hanya ingin menyelamatkan anaknya, karena Allah Swt. Setelah sekian kali berusaha, barulah ia menemukan mata air yang sangat dibutuhkannya itu atas pertolongan Allah Yang Maha Pemberi

Ini melambangkan suatu pristiwa (ketetapan hati), atau upaya tidak kenal lelah dan tidak kenal henti. Teladan dari sikap Siti Hajar, kemudian diabadikan oleh Allah untuk mengajarkan manusia tentang pentingnya suatu sikap istiqamah. Dorongan suara hati dari Al Muhaimin (Maha Merawat) telah mendorong Siti Hajar untuk berupaya memelihara dan melindungi anaknya, serta dorongan suara hatinya AL Matin (Yang menggenggam Kekuatan) telah meneguhkan hatinya untuk kuat menghadapi berbagai rintangan. Inilah teladan yang harus diambil dari orang-orang yang melakukan sa’i (berlari-lari keci) dari Shafa ke Marwah ketika naik haji. Nilai ridha Allah dalam kegiatan sa’i, justru ketika sedang berjalan dan berlari, atau ketika berusaha. Semua upaya dicatat oleh Allah Swt sebagai ibadah kepada-Nya. Kewajiban manusia adalah berusaha tanpa henti, tanpa kenal putus asa. Allah akan memberikan rezeki dan keselamatan yang disimbulkan berupa air zam-zam . Air zam-zam yang tak pernah kering itu, dilambangkan sebagai wujud kekuatan dan kekuasaan Allah.

Wukuf, di Padang Arafah pada tanggal 9 Zulhizah, seluruh jemaah haji berkumpul disana untuk melakukan wukuf. Wukuf artinya berhenti. Berhenti disini artinya, berhenti secara fisik, namun bergerak secara fikiran. Bergerak fikiran, maksudnya adalah fikiran bergerak ke arah netral atau ke arah fitrah. Fitrah maksudnya, merasakan dan mendengarkan seluruh suara hati yang berjumlah 99 itu (Asmaul Husna). Wukuf memberikan kesempatan kepada jemaah untuk mengevaluasi diri masing-masing, serta melihat dan merenung ke belakang tentang apa yang telah dikerjakan atau amal-amal pada masa lalu, dimana pada saat wukuf ,kita akan mengetahui kesenjangan-kesenjangan yang telah terjadi. Saat itu hati nurani kita akan memberi sinyal apabila memang kesenjangan telah terjadi, yaitu berupa merasa bersalah, malu, keraguan atau penyesalan. Penyesalan itu berarti tanda kembali kepada Allah Yang Maha Mengetahui. Apabila anda merasakan kesenjangan jauh dari fitrah, maka mohon maaflah kepada Allah Yang Maha Pengampun. Berjanjilah kepada-Nya untuk mmperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah anda perbuat, dan teruslah berdzikir, beristigfar mengakui kesalahan itu.

“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al Baqarah ayat 199)
   
Melontar Jumrah di Mina, adalah simbul dari prlawanan aktif terhadap musuh-musuh manusia, yaitu musuh berupa nafsu lahiriah yang bersifat mempertahankan hidup yang lebih mengarah kepada insting hewani. Apabila manusia telah dikuasai oleh nafsu ini, maka ia akan terbelengu oleh nafsu yang rendah. Musuh ini harus diwaspadai, jangan dibiarkan, lawanlah dengan mengoptimalkan ibadah sebanyak-banyaknya. Itulah musuh manusia yang pertama. Musuh yang kedua adalah musuh berupa dorongan suara hati yang tidak Ilahiayah, sehingga dalam pencapaian sesuatu kemuliaan dilakukannya dengan berbagai cara, tidak mengindahkan sifat rahman dan rahim, mengabaikan sifat menolong dan mengabaikan untuk bersifat adil. Musuh yang kedua ini lebih berat dan lebih sulit terditeksi. Musuh yang ketiga, adalah musuh berupa dorongan secara tidak sadar menyembah Tuhan yang lain, selain Allah, seperti menyembah berhala atau menduakan Tuhan. Berhala disini bisa diartikan berupa harta, jabatan, konsumerisme, ilmu, frofesi, uang, mobil dan bahkan cinta. Musuh yang ketiga ini adalah musuh yang paling berat dan paling sulit diberantas.

Musuh-musuh itu bergerak dan menyerang dengan sangat dahsyat. Karena ia (syaitan) tahu persis dimana letak kelemahan dan kekuatan diri manusia.

“Syaitan berkata, saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bagian yang sudah ditentukan untuk saya, yaitu untuk mencelakakan manusia dan benar-benar akan menyesatkan mereka” QS An Nisa ayat 118,119

Serangan yang paling berbahaya, ia hanya mendorong satu suara hati (nafsu), tetapi membiarkan suara hati yang lain tidak berkerja. Hal ini sering menipu, karena kita merasa bahwa tindakan kita sudah benar. Disinilah paling banyak korban manusia berjatuhan oleh godaan syaitan itu. Musuh-musuh penggoda itu harus dilawan secara visualisasi yang dilambangkan dengan melontar jumrah di Mina.

Pada ibadah ini, anda memiliki kesempatan untuk mengalahkan musuh anda itu, yaitu musuh yang selalu melawan keimanan yang telah kita miliki.

Dari pemaparan yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa, IBADAH HAJI adalah ibadah fisik, dimana seluruh ibadah dilakukan melalui gerakan yang kongkrit dan jelas. Seluruh prinsip dalam Rukun Iman dan langkah dalam Rukun Islam dilakukan secara total dan menyeluruh disana. Disinilah terletak transformasi puncak dari keyakinan dan prinsip yang abstrak ke aplikasi gerak yang kongkrit. Seluruh prinsip bisa terlihat secara kasat mata disini, seluruh langkah mengarah kepada prinsip yang tunggal yaitu kometmen hanya kepada Allah Yang Mah Esa.

Jadi, prosesi “haji” itu melambangkan sebuah makna kehidupan, dari awal hingga akhir kehidupan, tidak hanya tentang hari kemudian saja yang dilambangkan dengan “wukuf”,tapi juga tentang proses kehidupan itu sendiri yang dilambangkan dengan “sa’i”, beserta tantangan yang disimbulkan dengan “lontar Jumrah”, untuk terus berpegang hanya kepada Allah Yang Esa yang dilambangkan dengan “thawaF”.[DP : 2]

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar