19/04/12

Mengapa Ada Orang Kaya Dan Orang Miskin?


Ada orang dikaruniai Allah segala sesuatu, seperti mobil, rumah, harta, kedudukan,teman, dan populeritas, sementara Dia memberi oang lain kemiskinan, kesulitan, musibah, penderitaan dan kesedihan. Apakah orang kedua adalah orang jahat, dan orang pertama, adalah orang yang dicintai Allah?

Pertanyaan ini dijelaskan oleh Muhammad Fethullah Gulen, lahir pada tahun 1938 di sebuah desa kecil di Turki sebagaimana diuraikan berikut ini

Allah Swt memberikan harta, kedudukan, kenderaan dan rumah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia juga memberikan kemiskinan dan kesempitan kepada siapa yang Dia kehendaki. Hanya saja, tidak dimungkiri adanya beberapa sebab. Misalnya kondisi keluarga, kemampuan seseorang, kecerdasan dan kecakapannya dalam mendapatkan dan mengembangkan harta, serta pengetahuan tentang cara mengambil keuntungan dalam setiap kondisi dan  situasi. Kendati demikian, bisa saja Allah tidak memberikan harta kepada mereka yang sebenarnya memiliki potensi dan kemampuan.

Ada sebuah hadis daif yang bermakna, “Allah memberikan harta kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan ilmu kepada siapa yang mencarinya”. Pengertian hadis ini terkait dengan pertanyaan yang sedang kita bahas.

Selanjutnya, adalah salah apabila kita menganggap harta dan kedudukan sebagai sebuah kebaikan melulu. Benar. Allah kadang memberikan harta, kedudukan, dan kebahagiaan duniawi kepada orang yang mencarinya dan kadang pula Dia tidak memberikannya. Sama saja apakah Allah memberi atau tidak. Kedua kondisi tersebut sama-sama merupakan kebaikan. Pasalnya, jika anda orang baik dan menggunakan harta yang diberikan kepadamu dalam kebaikan, harta itu pun dinilai sebagai kebaikan. Namun, jika engkau bukan orang baik dan menyimpang dari jalan yang lurus, sama saja Allah memberimu harta atau tidak tetap buruk bagimu.

Ya,  Jika engkau orang yang tidak lurus, kemiskinan yang menderamu ,menjadi jalan menuju kekufuran. Pasalnya, ia akan mendorongmu untuk membangkang kepada Tuhan. Sama halnya jika engkau tidak beristikhamah, engkau tidak akan memiliki kehidupan kalbu (suara hati) dan spiritual yang sehat, sehingga kekayaan pun akan menjadi musibah dan bencana bagimu.

“Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian adalah ujian” QS Al Tahgaabun ayat 15

Banyak orang yang gagal menghadapi ujian tersebut hingga saat ini. Betapa banyak orang kaya yang meskipun memiliki banyak harta, hati mereka tidak memancarkan cahaya sedikitpun akibat pembangkangannya.Karena itu, ketika Allah Swt memberikan harta dan kedudukan kepada mereka, pemberian itu dinilai sebagai istidraj (kemurkaan) atau sarana penyimpangan mereka. Mereka layak mendapatkan itu karena telah mematikan kehidupan rohani dan spiritual mereka serta melenyapkan potensi fitrah yang Allah berikan. Sangat tepat kalau disini kita menyitir hadis yang diriwayatkan HR Bukhari dan Muslim,

“Diantara hamba Allah ada orang-orang yang seandainya ia bersumpah kepada Allah, pasti dibenarkan-Nya. Diantara mereka adalah al-Barra’ ibn Malik”

Meskipun al-Barra’ ibn Malik,saudara kandung Anas yang tidak memiliki sandang, pangan, dan papan, al-Barra’ merasa cukup. Betapa banyak orang miskin seperti al-Barra’ yang hidup mulia dan terhormat sesuai dengan kelapangan, kedalaman, dan keagungan hati mereka serta cahaya yang menerangi jiwa mereka. Karena itulah Nabi Saw bersabda bahwa seandainya mereka bersumpah kepada Allah, niscaya Dia membenarkan mereka.

Jadi, sekedar miskin dan kaya tidak bisa dilihat sebagai musibah atau anugrah. Bisa jadi kemiskinan sesuai tempatnya termasuk nikmat terbesar dari Allah Swt. Rasul Saw dengan kehendaknya sendiri memilih kemiskinan. Beliau berkata kepada Umar ibn al-Khattab r.a yang merasa sedih dengan kemiskinan Rasul, ”Tidakkah engkau ridha jika mereka memiliki dunia sedangkan kita memiiki akhirat?”Ketika kekayaannya diserahkan ke baitulmal, Khalifah Umar ibn al-Khattab r.a hidup dalam kondisi miskin. Ia hanya mrngambil sekedar untuk menyambung hidup, tidak lebih.

Akan tetapi, ada pula bentuk kemiskinan (semoga Allah menjauhkan kita darinya), yang dinilai sebagai kekufuran dan kesesatan, yaitu. Misalnya andaikan pertanyaan” topik” ini diajukan bukan untuk mengerti, tetapi sebagai ungkapan kemarahan dari mulut orang yang ingkar, maka itu dianggap sebagai pengingkaran terhadap nikmat-nikmat Allah Swt, sekaligus terhadap-Nya. Dan itu dianggap sebagai kekufuran.

Jadi, kemiskinan ada kalanya dinilai sebagai karunia dan ada kalanya dinilai sebagai petaka. Artinya, prinsip utama dalam hal ini adalah suara hati saat menerimanya. Atau, sebagaimana gubah seorang penyair:

“Wahai Tuhan, setiap yang datang dari-Mu diterima. Entah itu berupa pakaian atau kain kafan. Entah berupa bunga mawar atau duri. Nikmat-Mu dan ujian-Mu, semua baik”.

Di Timur Anatoli, ada sebuah pepatah,”Segala yang berasal dari-Mu adalah indah, apa pun itu”.

Apabila manusia bersama Allah, kekayaan dan pakaian terbagus sekalipun tidak  akan berbahaya baginya. Namun, apabila manusia tidak memiliki hubungan apapun dengan Allah, kemiskinannya akan menjadi kerugian baginya baik di dunia maupun di akhirat. Demikian pula jika si kaya lalai kepada Allah, kerugian besar menantinya di akhirat meskipun ia tampak bahagia di dunia.[DP : 6]

Wallahu a’lam.

2 komentar:

  1. Kenapa ya..ada orang miskin yang jahat? selalunya orang kaya yang jahat..dan orang miskin baik, tetapi ada pula yang kaya baik, yg miskin jahat..

    BalasHapus
  2. Kenapa ya..ada orang miskin yang jahat? selalunya orang kaya yang jahat..dan orang miskin baik, tetapi ada pula yang kaya baik, yg miskin jahat..

    BalasHapus