19/04/12

Untuk Apa Berpuasa?

PUASA adalah kebutuhan umat manusia. Sejak dulu, puasa telah menjadi kelaziman umat beragama dengan cara dan waktu yang berbeda-beda. Sitti Maryam, ibu nabi Isa, melakukan puasa bicara selama tiga hari sehingga komunikasinya dengan bahasa isyarat (ramza). Nabi Nuh as, seorang rasul pertama, melakukan puasa setahun penuh. Nabi Daud as melakukan puasa setengah tahun, denga cara berpuasa sehari dan membatalkan sehari.

Nabi Ibrahim as berpuasa tiga hari setiap bulan, yaitu tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. Nah ,Nabi Muhammad  Saw diperintah oleh Allah Swt untuk menjalankan ibadah puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan.

Ada beberapa motif orang melakukan puasa sesuai dengan tujuannya. Ada orang yang berpuasa untuk kesaktian melalui puasa patigeni, yaitu puasa sehari semalam (24 jam) yang dimulai pukul 00,00 dan berbuka pukul 00,00 selama beberapa hari yang ditentukan. Ada pula orang berpuasa untuk meraih tujuan tertentu,yang niatnya duniawi. Seperti puasa mutih dengan cara berpuasa hanya makan sahur nasi putih dan berbuka nasi putih saja karena bertujuan untuk meraih kesaktian ilmu.

Juga berpuasa dari makanan yang mengandung lemak karena tujuannya untuk mengurangi obesitas (kegemukan). Semua puasa yang dibentuk duniawi ini tidak dapat meningkatkan ketaqwaan. Bahkan sangat mungkin malah terjerumus kepada kesesatan dan kesyirikan. Islam mengajarkan puasa sebagaimana diperintahkan Allah Swt dalam QS Albaqarah ayat 183 adalah untuk meraih ketaqwaan.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.

Saat berpuasa, seseorang melatih dirinya untuk tabah dan taat. Puasa adalah balai untuk menempa seseorang menjadi sehat secara jasmani, rohani dan sosial. Kesehatan fisik orang yang berpuasa dapat diraih karena pada saat berpuasa dapat menurunkan kadar gula darah, kolestrol dan mengendalikan tekanan darah. 

Itulah sebabnya, puasa sangat dianjurkan bagi mereka yang menderita penyakit diabetes, kegemukan, dan tekanan darah tinggi.Puasa dapat menjaga perut dari makanan yang menjadi penyebab utama bermacam penyakit, terutamanya kegemukan.

Puasa satu-satunya cara yang dapat memelihara anggota badan dari semua penyakit yang diakibatkan unsur-unsur racun di dalam makanan. Penelitian medis terhadap orang yang berpuasa di bulan Ramadhan pernah dilakukan Muazzam dan Khaleque serta dilaporkan dalam majalah Journal of Tropical Medcine pada tahun 1959, juga oleh Chassain dan Hubert, yang dilaporkan dalam Journal of Physiology pada tahun 1968, mereka menemukan tidak ada perubahan kadar unsur kimia dalam darah orang berpuasa selama bulan Ramadhan. 

Kadar gula darah memang menurun lebih rendah dari biasanya pada saat-saat menjelang magrib, tetapi tidak sampai membahayakan kesehatan. Kadar asam lambung akan meningkat pada saat menjelang magrib di hari-hari pertama puasa, tetapi selanjutnya akan kembali menjadi normal.

Kesehatan rohani dapat diraih karena orang yang berpuasa merasa tenang dan senang serta dilarang marah. Orang berpuasa merasa tenang karena ada kepasrahan dalam dirinya, dan merasa senang pada saat berbuka dan meresapnya keimanan. Rasulullah bersabda,”Kalau seseorang mencaci maki atau mengajak berkelahi, maka hendaknya dikatakan kepadanya,sungguh aku sedang berpuasa”.

Ilmu kedokteran telah membuktikan, mereka yang sedang marah, baik terpendam maupun dinyatakan, akan meningkat kadar hormon  katekholamin dalam darahnya. Hormon katekholamin akan memacu denyut jantung, menegangkan otot-otot, dan menaikan tekanan darah. Semua itu jika dibiarkan berlangsung lama, akan membahayakan kesehatan dan mempercepat proses penuaan.

Puasa sebenarnya mengandung pesan agar orang-orang menghindari peri laku yang tidak sehat, termasuk perilaku yang didorong emosi. Hanya dengan demikian puasa akan memberikan manfaat besar terhadap kesehatan jasmani dan rohani yang dapat membantu memperpanjang harapan hidup. Ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad Saw, “Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat”.Kesehatan sosial dapat diraih oleh orang berpuasa karena pada saat merasa lapar dan haus dapat mendorong mengingat dan merasakan betapa beratnya penderitaan orang yang berkekurangan.

Kesehatan secara sosial diimplimentasikan dengan kepedulian. Kepedulian disimbulkan dengan rasa solidaritas. Karenanya, orang yang sudah melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan diwajibkan mengeluarkan harta zakat fitrah agar pada hari kemenangan semuanya merasa senang dan tidak ada yang menderita kelaparan.

Seberapa besar pahala puasa, kita serahkan pada Allah. Yang paling pokok kita mlaksanakan dengan sebaik-baiknya. Namun dalam puasa juga terdapat ,selain dimensi-dimensi kesehatan dan sosial seperi dijelaskan di atas, ada lagi dimensi sosial budaya,seperti acara buka bersama sebagai ajang silaturahmi. Semua perintah ibadah, selalu mengandung pesan bersifat metafisik yang nalar sulit menjawabnya kalau saja diperdebatkan. Misalnya saja, mengapa batal wudhu gara-gara buang angin lalu dibasuh mukanya? Tetapi jika menyangkut aspek pembelajaran yang bersifat psikologis-sosial, ilmu pengetahuan bisa turut menjelaskannya. Bukankah agama menuntut pemeluknya untuk menggunakan nalar dalam memahami dan melaksanakannya?

Perintah puasa mengajak kita untuk menjaga lisan dan tindakan agar tidak melukai pihak lain. Efek dari perintah ini adalah menciptakan hubunan sosial yang santun dan saling menghargai sehingga hubungan sosial menjadi sehat dan harmonis.

Seperti kita saksikan bersama, begitu masuk bulan Ramadhan masyarakat kita berubah menjadi lebih religius dan santun. Orang yang sedang menjalankan puasa akan berusaha semaksimal mungkin menjaga puasanya agar sempurna dengan menghindarkan omongan dan perbuatn tercela.

Emosi yang biasanya meluap ketika sedang berpuasa menjadi terkontrol. Orang lebih memilih diam, membaca kitab suci atau menghadiri ceramah keagamaan dari pada nongkrong di kafe atau ngerumpi .Mereka merasa rugi kalau puasanya hanya sebatas menahan lapar dan haus. 

Dalam bulan puasa, juga terkandung perintah shalat tarawih yang dilakukan malam hari secara berjamaah. Secara fisik, mental, dan sosial shalat tarawih juga dapat meningkatkan kelenturan tubuh, relaksasi, dan memelihara silaturahim dengan tetangga sehingga tercipta hubungan sosial yang baik mengingat shalat tarawih umumnya dilakukan secara berjamaah di masjid.

 Namun, rahasia puasa dan tarawih dari sisi spiritual kita serahkan saja sepenuhnya kepada Allah. Manusia tidak memiliki wewenang dan kemampuan untuk mengukur skala ketulusan, keikhlasan, dan ketaqwaan seseorang. Tak ada yang tahu kualitas dan kedalaman puasa seseorang kecuali Allah. Apakah kita sungguh-sungguh melaksanakan puasa ataukah tidak, orang yang bersangkutan akan lebih tahu dan merasakannya mengingat aktivitas ibadah itu sesungguhnya sangat bersifat pribadi.

Meski bersifat pribadi, dari semua ibadah dalam Islam dituntut agar membuahkan kebaikan sosial. Dengan menghayati dan menjalani ibadah puasa, seseorang mestinya senantiasa menyebarkan vibrasi kebaikan,kejujuran,kedamaian, dan kenyamanan kepada siapa saja yang berada di sekitanya. 

Jadi, sungguh ironis kalau sebuah bangsa yang rajin berpuasa, tapi juga senang melakukan korupsi dan bertengkar. Memang, kita tidak bisa menarik garis lurus dan mengharapkan puasa untuk memberantas korupsi, karena ibadah puasa lebih bersifat individual dan komunal, sementara korupsi berada pada ranah birokrasi dan pelanggaran hak-hak publik. Jadi, ibadah puasa hanya bisa memberikan pesan dan kekuatan moral, tapi lembaga eksekusinya adalah instrumen negara. Tanpa penegakan hukum dan keadilan secara konsisten dan tegas, perilaku keagamaan seseorang tidak efektif untuk memberantas korupsi.[DP : 13].

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar