19/04/12

Haji, Puncak Training Membangun Ketangguhan Pribadi Islami

Ibadah Haji dimulai dengan niat, sambil menanggalkan pakaian biasa dan menggunakan pakaian ihram. Niat mempunyai arti yang sangat luas dan dalam. Niat bukan hanya di lihat dari sisi ritualnya saja. Niat adalah visi dan motivasi sebagai dorongan awal untuk melangkah melaksanakan ibadah haji. Niat utama ibadah haji adalah karena Allah semata, bukan karena pamer, megah-megahan atau karena ingin dipanggil pak haji atau ibu haji, tetapi benar-benar karena Allah dalam rangka melaksanakan salah satu dari Rukun Islam.

Sedangkan niat pendukungnya adalah untuk membangun kejernihan hati menjadi fitrah, meningkatkan keimanan dan memperkuat ibadah yang pada akhirnya akan menciptakan ketangguhan pribadi yang Islami.

Pakaian ihram adalah simbul dari fitrah, yang melambangkan kemerdekaan dan pembebasan dari belengu-belengu (hal yang menghambat). Apabila seseorang telah mengenakan pakaian ihram, artinya ia telah merdeka, sehingga telah memiliki kembali fitrahnya. Ia mampu mendengar kembali suara-suara hatinya dengan jernih dan jelas, karena telah terbebas dari belengu-belengu yang menutup telinganya, yaitu pengaruh-pengaruh yang menghambat kearah yang benar.
Orang-orang yang telah kembali fitrah adalah orang-orang yang mempunyai suara hati (kalbu) yang cendrung bersikaf adil, bijaksana, pengasih, jujur, bisa dipercaya, memiliki kometmen, memiliki integritas, mau belajar, mau mendengar, ingin maju, kreatif, ingin menolong dan ingin memelihara.

Ini artinya, mereka telah terbebas dari bungkusan pakaian manusia yang sering merupakan simbul-simbul palsu yang penuh dengan kebohongan. Inilah makna mengenakan pakaian ihram yang sebenarnya, yaitu pembebasan dari berbagai paradigma yang membelengu, sehingga munculah pribadi yang fitrah dan memiliki spiritual yang sangat tinggi. Dan setelah itu mereka memulai dengan langkah nyata menghapuskan segala dosa,dan memenuhi keinginannya melalui thawaf, sa’i, wukuf, dan melontar jumrah.

“Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran  yang ada pada badan mereka dan hendaklah  mereka menyempurnakan nazar-nazarnya  dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah)” QS Al Hajj ayat 29

Thawaf merupakan suatu langkah fisik untuk mengelilingi Ka’bah. Ka’bah (Baitullah) adalah suatu visualisasi prinsip yang hanya berpegang kepada Allah Yang Esa. Ka’bah adalah sebuah alat bantu untuk mentranformasikan prinsip yang abstrak kepada sesuatu yang nyata. Sehingga prinsip yang kasat mata ini bisa lebih divisualisasikan. Dan itulah perwujudan kasih sayang Allah untuk membantu manusia membangun paradigma yang hanya menyembah kepada Allah Yang Esa, dimana Ka’bah hanya sebagai lambang pusat orbit semata.

Mengelilingi Ka’bah melambangkan kegiatan manusia yang tiada henti. Berpusat pada Ka’bah melambangkan bahwa segala kegiatan hanya berprinsip kepada Allah semata, tiada yang lain. Inilah pusat prinsip, Lailaha ilallah.

Berputar kekiri, mengartikan suatu gerakan elektron yang mengarah kepada inti atom, pusat gaya tarik magnit, dimana elektron-elektron mengitari inti atom. Atau gerakan-geakan planet (merkurius, vinus, bumi dan yang lain) mengelilingi matahari. Begitu pula susunan partikel dan molekul. Semua unsur dari benda, dari yang kecil hingga yang besar, dari atom hingga galaksi, semua sujud dan meyembah Allah Swt.

“Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam” QS Al Fatihah ayat 2

Kehendak spiritual itu tidak hanya pada alam semesta, namun berlaku juga pada manusia. Hal ini ditunjukan secara universal, seumpama antara gerakan evolusi bintang-bintang dengan pola gerakan thawaf manusia pada Ka’bah di Mekah.

Ini pelajaran spiritual yang sangat penting untuk dipahami sebagai petunjuk bagi manusia penghuni bumi yang kecil ini, akan eksistensi sebuah ketetapan hukum dan prinsip yang harus diikuti dan tidak bisa dilanggar. Apabila kita langgar, maka ini sama saja dengan melanggar garis orbit planet, garis orbit elektron atau garis orbit manusia yang sedang berthawaf mengelilingi Ka’bah, kita akan terdorong, tertabrak dan terlempar dengan kuatnya. (Bagi yang telah berhaji pengalaman ini sudah dirasakan). Dan dapat dicontohkan pula, apabila bumi bergeser sekian milimeter saja dari garis orbit, maka niscaya bumi ini akan hancur dan hangus terbakar dan mungkin juga keseimbangan tata surya hingga tatanan galaksi akan luluh lantak berkeping-keping. Begitu juga manusia, apabila keluar dari garis orbit (tidak sesuai dengan Rukun Islam), maka yang terjadi adalah kehancuran sosial dimana-mana.

Berputar-putar 7 kali mengelilingi Ka’bah, melambangkan jumlah hari dalam satu minggu, atau suatu upaya yang tidak kenal henti untuk berjuang. Namun, perjuangan itu harus tetap berputar pada prinsip, apapun yang terjadi, Allah-lah pusat kekuatan prinsip kita.Hal ini tidak hanya diwujudkan dalam perkataan atau disimpan dalam hati saja, tetapi harus diaplikasikan secara total.
Sa’i, yang dicontohkan oeh Siti Hajar dari Shafa ke Marwah, sebuah contoh konsistensi dan prestasi dalam rangka dalam menjalankan missi Tuhan sebagai rahmatan lil alamiin. Siti Hajar adalah istri Nabi Ibrahim as. Saat itu ia berjalan bolak-balik, berkali-kali di tengah gurun yang tandus mencari air bagi anaknya Ismail. Ia ketika itu berlari-lari bolak balik dari Shafa ke Marwah mencari air. Ia tidak hanya berlari satu kali, lalu berhenti ketika ia tidak menemukan air yang diperlukannya. Ia kembali lagi, dan berupaya lagi. Ketika gagal ia berusaha lagi untuk mencari air yang sangat dibutuhkan itu,terus berusaha sambil belari-lari. Dalam hatinya yang teguh, ia hanya ingin menyelamatkan anaknya, karena Allah Swt. Setelah sekian kali berusaha, barulah ia menemukan mata air yang sangat dibutuhkannya itu atas pertolongan Allah Yang Maha Pemberi

Ini melambangkan suatu pristiwa (ketetapan hati), atau upaya tidak kenal lelah dan tidak kenal henti. Teladan dari sikap Siti Hajar, kemudian diabadikan oleh Allah untuk mengajarkan manusia tentang pentingnya suatu sikap istiqamah. Dorongan suara hati dari Al Muhaimin (Maha Merawat) telah mendorong Siti Hajar untuk berupaya memelihara dan melindungi anaknya, serta dorongan suara hatinya AL Matin (Yang menggenggam Kekuatan) telah meneguhkan hatinya untuk kuat menghadapi berbagai rintangan. Inilah teladan yang harus diambil dari orang-orang yang melakukan sa’i (berlari-lari keci) dari Shafa ke Marwah ketika naik haji. Nilai ridha Allah dalam kegiatan sa’i, justru ketika sedang berjalan dan berlari, atau ketika berusaha. Semua upaya dicatat oleh Allah Swt sebagai ibadah kepada-Nya. Kewajiban manusia adalah berusaha tanpa henti, tanpa kenal putus asa. Allah akan memberikan rezeki dan keselamatan yang disimbulkan berupa air zam-zam . Air zam-zam yang tak pernah kering itu, dilambangkan sebagai wujud kekuatan dan kekuasaan Allah.

Wukuf, di Padang Arafah pada tanggal 9 Zulhizah, seluruh jemaah haji berkumpul disana untuk melakukan wukuf. Wukuf artinya berhenti. Berhenti disini artinya, berhenti secara fisik, namun bergerak secara fikiran. Bergerak fikiran, maksudnya adalah fikiran bergerak ke arah netral atau ke arah fitrah. Fitrah maksudnya, merasakan dan mendengarkan seluruh suara hati yang berjumlah 99 itu (Asmaul Husna). Wukuf memberikan kesempatan kepada jemaah untuk mengevaluasi diri masing-masing, serta melihat dan merenung ke belakang tentang apa yang telah dikerjakan atau amal-amal pada masa lalu, dimana pada saat wukuf ,kita akan mengetahui kesenjangan-kesenjangan yang telah terjadi. Saat itu hati nurani kita akan memberi sinyal apabila memang kesenjangan telah terjadi, yaitu berupa merasa bersalah, malu, keraguan atau penyesalan. Penyesalan itu berarti tanda kembali kepada Allah Yang Maha Mengetahui. Apabila anda merasakan kesenjangan jauh dari fitrah, maka mohon maaflah kepada Allah Yang Maha Pengampun. Berjanjilah kepada-Nya untuk mmperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah anda perbuat, dan teruslah berdzikir, beristigfar mengakui kesalahan itu.

“Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Al Baqarah ayat 199)
   
Melontar Jumrah di Mina, adalah simbul dari prlawanan aktif terhadap musuh-musuh manusia, yaitu musuh berupa nafsu lahiriah yang bersifat mempertahankan hidup yang lebih mengarah kepada insting hewani. Apabila manusia telah dikuasai oleh nafsu ini, maka ia akan terbelengu oleh nafsu yang rendah. Musuh ini harus diwaspadai, jangan dibiarkan, lawanlah dengan mengoptimalkan ibadah sebanyak-banyaknya. Itulah musuh manusia yang pertama. Musuh yang kedua adalah musuh berupa dorongan suara hati yang tidak Ilahiayah, sehingga dalam pencapaian sesuatu kemuliaan dilakukannya dengan berbagai cara, tidak mengindahkan sifat rahman dan rahim, mengabaikan sifat menolong dan mengabaikan untuk bersifat adil. Musuh yang kedua ini lebih berat dan lebih sulit terditeksi. Musuh yang ketiga, adalah musuh berupa dorongan secara tidak sadar menyembah Tuhan yang lain, selain Allah, seperti menyembah berhala atau menduakan Tuhan. Berhala disini bisa diartikan berupa harta, jabatan, konsumerisme, ilmu, frofesi, uang, mobil dan bahkan cinta. Musuh yang ketiga ini adalah musuh yang paling berat dan paling sulit diberantas.

Musuh-musuh itu bergerak dan menyerang dengan sangat dahsyat. Karena ia (syaitan) tahu persis dimana letak kelemahan dan kekuatan diri manusia.

“Syaitan berkata, saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bagian yang sudah ditentukan untuk saya, yaitu untuk mencelakakan manusia dan benar-benar akan menyesatkan mereka” QS An Nisa ayat 118,119

Serangan yang paling berbahaya, ia hanya mendorong satu suara hati (nafsu), tetapi membiarkan suara hati yang lain tidak berkerja. Hal ini sering menipu, karena kita merasa bahwa tindakan kita sudah benar. Disinilah paling banyak korban manusia berjatuhan oleh godaan syaitan itu. Musuh-musuh penggoda itu harus dilawan secara visualisasi yang dilambangkan dengan melontar jumrah di Mina.

Pada ibadah ini, anda memiliki kesempatan untuk mengalahkan musuh anda itu, yaitu musuh yang selalu melawan keimanan yang telah kita miliki.

Dari pemaparan yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa, IBADAH HAJI adalah ibadah fisik, dimana seluruh ibadah dilakukan melalui gerakan yang kongkrit dan jelas. Seluruh prinsip dalam Rukun Iman dan langkah dalam Rukun Islam dilakukan secara total dan menyeluruh disana. Disinilah terletak transformasi puncak dari keyakinan dan prinsip yang abstrak ke aplikasi gerak yang kongkrit. Seluruh prinsip bisa terlihat secara kasat mata disini, seluruh langkah mengarah kepada prinsip yang tunggal yaitu kometmen hanya kepada Allah Yang Mah Esa.

Jadi, prosesi “haji” itu melambangkan sebuah makna kehidupan, dari awal hingga akhir kehidupan, tidak hanya tentang hari kemudian saja yang dilambangkan dengan “wukuf”,tapi juga tentang proses kehidupan itu sendiri yang dilambangkan dengan “sa’i”, beserta tantangan yang disimbulkan dengan “lontar Jumrah”, untuk terus berpegang hanya kepada Allah Yang Esa yang dilambangkan dengan “thawaF”.[DP : 2]

Wallahu a’lam.

Mengapa Ada Orang Kaya Dan Orang Miskin?


Ada orang dikaruniai Allah segala sesuatu, seperti mobil, rumah, harta, kedudukan,teman, dan populeritas, sementara Dia memberi oang lain kemiskinan, kesulitan, musibah, penderitaan dan kesedihan. Apakah orang kedua adalah orang jahat, dan orang pertama, adalah orang yang dicintai Allah?

Pertanyaan ini dijelaskan oleh Muhammad Fethullah Gulen, lahir pada tahun 1938 di sebuah desa kecil di Turki sebagaimana diuraikan berikut ini

Allah Swt memberikan harta, kedudukan, kenderaan dan rumah kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia juga memberikan kemiskinan dan kesempitan kepada siapa yang Dia kehendaki. Hanya saja, tidak dimungkiri adanya beberapa sebab. Misalnya kondisi keluarga, kemampuan seseorang, kecerdasan dan kecakapannya dalam mendapatkan dan mengembangkan harta, serta pengetahuan tentang cara mengambil keuntungan dalam setiap kondisi dan  situasi. Kendati demikian, bisa saja Allah tidak memberikan harta kepada mereka yang sebenarnya memiliki potensi dan kemampuan.

Ada sebuah hadis daif yang bermakna, “Allah memberikan harta kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan ilmu kepada siapa yang mencarinya”. Pengertian hadis ini terkait dengan pertanyaan yang sedang kita bahas.

Selanjutnya, adalah salah apabila kita menganggap harta dan kedudukan sebagai sebuah kebaikan melulu. Benar. Allah kadang memberikan harta, kedudukan, dan kebahagiaan duniawi kepada orang yang mencarinya dan kadang pula Dia tidak memberikannya. Sama saja apakah Allah memberi atau tidak. Kedua kondisi tersebut sama-sama merupakan kebaikan. Pasalnya, jika anda orang baik dan menggunakan harta yang diberikan kepadamu dalam kebaikan, harta itu pun dinilai sebagai kebaikan. Namun, jika engkau bukan orang baik dan menyimpang dari jalan yang lurus, sama saja Allah memberimu harta atau tidak tetap buruk bagimu.

Ya,  Jika engkau orang yang tidak lurus, kemiskinan yang menderamu ,menjadi jalan menuju kekufuran. Pasalnya, ia akan mendorongmu untuk membangkang kepada Tuhan. Sama halnya jika engkau tidak beristikhamah, engkau tidak akan memiliki kehidupan kalbu (suara hati) dan spiritual yang sehat, sehingga kekayaan pun akan menjadi musibah dan bencana bagimu.

“Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian adalah ujian” QS Al Tahgaabun ayat 15

Banyak orang yang gagal menghadapi ujian tersebut hingga saat ini. Betapa banyak orang kaya yang meskipun memiliki banyak harta, hati mereka tidak memancarkan cahaya sedikitpun akibat pembangkangannya.Karena itu, ketika Allah Swt memberikan harta dan kedudukan kepada mereka, pemberian itu dinilai sebagai istidraj (kemurkaan) atau sarana penyimpangan mereka. Mereka layak mendapatkan itu karena telah mematikan kehidupan rohani dan spiritual mereka serta melenyapkan potensi fitrah yang Allah berikan. Sangat tepat kalau disini kita menyitir hadis yang diriwayatkan HR Bukhari dan Muslim,

“Diantara hamba Allah ada orang-orang yang seandainya ia bersumpah kepada Allah, pasti dibenarkan-Nya. Diantara mereka adalah al-Barra’ ibn Malik”

Meskipun al-Barra’ ibn Malik,saudara kandung Anas yang tidak memiliki sandang, pangan, dan papan, al-Barra’ merasa cukup. Betapa banyak orang miskin seperti al-Barra’ yang hidup mulia dan terhormat sesuai dengan kelapangan, kedalaman, dan keagungan hati mereka serta cahaya yang menerangi jiwa mereka. Karena itulah Nabi Saw bersabda bahwa seandainya mereka bersumpah kepada Allah, niscaya Dia membenarkan mereka.

Jadi, sekedar miskin dan kaya tidak bisa dilihat sebagai musibah atau anugrah. Bisa jadi kemiskinan sesuai tempatnya termasuk nikmat terbesar dari Allah Swt. Rasul Saw dengan kehendaknya sendiri memilih kemiskinan. Beliau berkata kepada Umar ibn al-Khattab r.a yang merasa sedih dengan kemiskinan Rasul, ”Tidakkah engkau ridha jika mereka memiliki dunia sedangkan kita memiiki akhirat?”Ketika kekayaannya diserahkan ke baitulmal, Khalifah Umar ibn al-Khattab r.a hidup dalam kondisi miskin. Ia hanya mrngambil sekedar untuk menyambung hidup, tidak lebih.

Akan tetapi, ada pula bentuk kemiskinan (semoga Allah menjauhkan kita darinya), yang dinilai sebagai kekufuran dan kesesatan, yaitu. Misalnya andaikan pertanyaan” topik” ini diajukan bukan untuk mengerti, tetapi sebagai ungkapan kemarahan dari mulut orang yang ingkar, maka itu dianggap sebagai pengingkaran terhadap nikmat-nikmat Allah Swt, sekaligus terhadap-Nya. Dan itu dianggap sebagai kekufuran.

Jadi, kemiskinan ada kalanya dinilai sebagai karunia dan ada kalanya dinilai sebagai petaka. Artinya, prinsip utama dalam hal ini adalah suara hati saat menerimanya. Atau, sebagaimana gubah seorang penyair:

“Wahai Tuhan, setiap yang datang dari-Mu diterima. Entah itu berupa pakaian atau kain kafan. Entah berupa bunga mawar atau duri. Nikmat-Mu dan ujian-Mu, semua baik”.

Di Timur Anatoli, ada sebuah pepatah,”Segala yang berasal dari-Mu adalah indah, apa pun itu”.

Apabila manusia bersama Allah, kekayaan dan pakaian terbagus sekalipun tidak  akan berbahaya baginya. Namun, apabila manusia tidak memiliki hubungan apapun dengan Allah, kemiskinannya akan menjadi kerugian baginya baik di dunia maupun di akhirat. Demikian pula jika si kaya lalai kepada Allah, kerugian besar menantinya di akhirat meskipun ia tampak bahagia di dunia.[DP : 6]

Wallahu a’lam.

Kepemimpinan Nabi Muhammad Menakjubkan

Nabi Muhammad lahir pada tahun 570 M, di kota Mekah, suatu tempat yang pada waktu itu merupakan daerah yang paling terkebelakang di dunia. Jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Dan tatkala wafat pada tahun 632 M, dia sudah memastikan dirinya selaku penguasa efektif seantero jazirah Arab bagian Selatan.

Muhammad-lah orang pertama dalam sejarah, yang berkat dorongan kuat keimanannya kepada Tuhan, memimpin pasukan Arab yang kecil sehingga sanggup melakukan serentetan penaklukan yang mencengangkan dalam sejarah manusia. Di sebelah Timur laut Arab berdiri kekaisaran Persia Baru Sassanids yang luas. Di Barat Laut arab berdiri Byzantine atau kekaisaran Romawi Timur, dengan Konstantinopel sebagai pusatnya.

Ditilik dari sudut jumlah dan ukuran, jelas Arab (muslim) tidak bakal mampu menghadapinya. Namun di medan pertempuran, pasukan Arab(muslim) yang membara semangatnya dengan sapuan kilat dapat menaklukan Mesopotamia, Syria dan Palestina. Pada tahun 642 M, Mesir direbut dari genggaman kekaisaran Byzantina,dan sementara itu bala tentara Persia dihajar dalam pertempuran yang amat menentukan di Qadisyia pada tahun 637 M dan di Nehavend pada tahun 642 M ( M.H Haekal, ahli sejarah).

Dibawah pimpinan sahabat nabi dan penggantinya, Abu Bakar dan Umar Ibnu Khattab, pada tahun 711 M, pasukan Arab (muslim) telah mnyapu habis AFRIKA Utara hingga ke tepi samudera Atlantik. Dari situ mereka membelok ke Utara dan menyeberangi selat Gibraltar dan melabrak kerajaan Visigotic di Spanyol. Hanya dalam secuil abad, pertempuran orang-orang muslim yang dikomandoi oleh Nabi Muhammad, telah mendirikan sebuah impirium membentang dari perbatasan India hingga Pasir Putih di tepi pantai samudera Atlantik. Sebuah impirium terbesar yang pernah dikenal sejarah manusia. Dan dimana pun penaklukan dilakukan oleh muslimin, selalu disusul dengan berbondong-bondongnya pemeluk masuk agama Islam.

Keberhasilan Nabi Muhammad memimpin perperangan hingga memenangkanya, adalah karena beliau selalu bersandar pada wahyu Tuhan. Pemimpin-pemimpin besar yang diturunkan oleh Tuhan, seperti , Nabi Daud a.s, Musa a.s, Ibrahim a.s, Isa a.s dan Nabi Muhammad Saw, pengaruhnya terasa begitu kuat, hingga sampai detik ini, tidak lekang ditelan jaman. Bahkan semakin menguat pengaruhnya, meskipun mereka sudah tidak ada lagi di muka bumi ini. Itulah yang disebut pemimpin abadi. Umumnya cara kepemimpinan mereka sangat sesuai dengan hati nurani, dan bisa diterima akal sehat atau logika .

Semangat juang Muhammad begitu kuat yang telah diberikan oleh Tuhan, begitu tinggi melampaui segala kekuatan yang telah tertanam kedalam jiwanya dan para pengikutnya. Jiwa mereka sudah penuh terisi oleh semangat dari Tuhan, sehingga kekuatan mereka itu sudah melampai semangat mereka sendiri. Dia  memiliki suatu pengaruh besar yang sangat kuat dalam memimpin. Nabi Muhammad sendiri pernah memimpin dalam perang Badar, ketika berhadapan muka dengan kaum musyrik suku Quraish, pada Jum’at pagi 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah, dia yang mengatur barisan. Dia tidak gentar, meskipun dilihatnya pasukan Quraish begitu besar jumlahnya, sedang anak buahnya sedikit sekali, tetapi jiwanya begitu kuat, sehingga dalam perang itu kemenangan dipihak kaum muslim. Orang Quraish kabur, kaum muslimin terus mengejar mereka. Inilah perang Badar, yang kemudian memberikan tempat dan contoh kepada umat Islam.

Contoh kepemimpinan Rasulullah sebagai seorang pemimpin yang telah membuktikan diri bahwa kata-katanya sungguh-sungguh sesuai dengan pelaksanaannya di lapangan. Dia tidak hanya sebagai pemimpin yang dicintai, dipercaya, dan pembimbing ,tapi juga seorang pemimpin yang sangat berani.

Berbeda dengan type pemimpin yang tidak mengandalkan hati nurani, pengaruhnya hanya beberapa waktu saja. Kemudian pengaruhnya hilang ditelan jaman. Sebut saja seperti, Winston Chuchill, Leonid Breznev, Jenderal Mc Arthur, Ronal Reagen, Kaisar Hirihito, Yosef Broz Tito atau Che Guevara. Semua hanya tinggal kenangan saja, pengaruhnya boleh dikatakan hampir hilang, atau bisa dikatakan hanya sedikit yang tersisa.

Menurut Michael Hart, sang penulis buku, “Seratus tokoh Paling Berpengaruh Dalam Sejarah Dunia”, mengatakan,bahwa Muhammad bukan  semata pemimpin agama, tetapi juga pemimpin duniawi. Fakta menunjukan bahwa beliaulah pendorong terhadap gerakan  penaklukan yang dilakukan bangsa Arab (muslim), sehingga dapat memenangkan pertempuran-pertempuran yang telah menyapu Afrika Utara hingga ke tepi samudera Atlantik.Pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu. Michael Hart menilai, adanya kombinasi yang tak terbandingkan antara segi agama dan segi duniawi yang melekat pada pengaruh diri Nabi Muhammad ,sehingga Michael Hart secara pribadi mengatakan, bahwa Muhammad adalah manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia.

“Dan masing-masing orang beroleh derajat, sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tiada lalai akan apa yang mereka lakukan" QS Al An’aam ayat 132

Apabila semakin anda pelajari dan dalami kepribadian, ajaran, dan nasehat Nabi Muhammad ,
maka terasa semua begitu alami dan menjunjung tinggi harkat manusia. Dan niscaya anda akan merasakan kebenarannya. Namun tentu saja hal ini hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang telah berpikiran dan berhati jernih. Anda akan membenarkannya melalui suara hati yang terdalam. Inilah tingkat kepemimpinan yang tertinggi, yaitu pemimpin yang abadi cara befikir dan pengaruhnya akan terus berjalan sampai akhir jaman.

Inilah dasar yang telah diletakan oleh Nabi Muhammad Saw dalam membangun peradapan baru itu, yang sesuai dengan fitrah manusia. Dengan jelas tersimpul dalam cerita diambil dari Ali bin Abi Thalib r.a, ketika bertanya kepada Rasulullah dan dijawab:

Ma’rifat adalah modalku,akal pikiran adalah sumber agamaku, rindu kenderaanku, berzikir kepada Allah kawan dekatku, keteguhan perbendaharaanku, duka adalah kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan sasaranku, faqir adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan adalah makananku, kejujuran perantaraku, berjihad perangaiku, dan shalat hiburanku.

Pelajari kata-kata di atas satu persatu, maka akan anda temukan kunci dari semua landasan tentang kepemimpinan Rasulullah, sehingga ia berhasil mencapai puncak tangga tertinggi kepemimpinannya. Dia berhasil memimpin dunia dengan suara hatinya, dan diikuti pula oleh suara hati pengikutnya. Dia bukan hanya seorang pemimpin manusia, namun ia adalah pemimpin segenap hati manusia. Ia adalah pemimpin abadi yang menakjubkan.[ DP : 2]

Wallahu a’lam.

Keteladanan Malaikat Suatu Integritas Dan Loyalitas

Malaikat adalah makhluk Mulia, mereka sangat dipercaya oleh Tuhan untuk menjalankan segala perintah-Nya. Semua pekerjaan dilakukan dengan sebaik-baiknya. Seberat apapun pekerjaan yang diberikan kepada mereka, akan dilaksanakan dengan sepenuh hati. Prinsipnya tunggal, yaitu hanya berpegang kpada Allah Swt.

“ ... Maha Suci Ia, Tidak ! (Mereka) hanyalah hamba-hamba yang dimuliakan ” QS Al Anbiyaa ayat 26

Malaikat memiliki kesetiaan yang tiada tara dan bekerja tanpa kenal lelah. Tidak memiliki kepentingan lain, selain menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Allah Swt hingga tuntas, dengan hasil yang memuaskan dan mereka sangat berdisiplin dalam melaksanakan tugas. Semua sistem yang di bawah tanggung jawabnya berjalan dengan sangat sempurna, tanpa cacat sedikitpun. Inilah contoh integritas (sikap suara hati yang bersih,jujur, dipercaya) yang sesungghnya, suatu integritas total yang telah menghasilkan suatu kepercayaan yang maha tinggi. Kepercayaan yang langsung diberikan oleh Tuhan, dan ia (malaikat) secara sungguh-sungguh mampu menjaga kepercayaan yang diberikan kepadanya, sehingga menjadi suatu kepercayaan yang abadi. Keteladanan yang bisa diambil dari sifat-sifat malaikat secara umum adalah, kepercyaan yang dimilikinya, loyalitas dan integritasnya yang sangat mengagumkan.

“(Ingatlah) ketika kamu memohon pertolongn kepada Tuhan-Mu, lalu Ia mengabulkan permohonanmu, (sambil berfirman), akan kutolong kamu dengan seribu malaikat beriring-iringan”.(QS Al Anfaal ayat 9)
                           
Berikut ini diberikan sebuah contoh tentang kepercayaan dan integritas di sebuah negara maju, Amerika Serikat. Sebuah lembaga bernama Ethnic Officers Associaton memprakarsai sebuah survei terhadap 1300 pekerja disemua jenjang perusahaan-perusahaan Amerika, dan yang mereka temukan ternyata sangat mengejutkan. Sekitar separuhnya mengaku terlibat dalam praktek-praktek bisnis yang tidak etis dan tidak jujur (New York Bantam Books,1999). Mulai dari hal-hal yang kecil seperti mencuri kertas dan pinsil, berbohong kepada atasan sampai pembajakan hak cipta. 

Contoh di atas kiranya dapat melukiskan bahwa masih banyak orang-orang yang melakukan kejahatan-kejahatan kecil apabila memiliki kesempatan dan tidak terlihat oleh orang lain. Mereka umumnya menganggap bahwa hal itu tidak akan diketahui oleh atasan mereka, dan menganggap pelanggaran-pelanggaran etika ini adalah suatu hal yang biasa. Padahal ini menyangkut sesuatu yang serius, yaitu integritas dan kepercayaan. Hal ini terjadi karena pengaruh dari prinsip yang dianut masing-masing orang. Prinsip mereka adalah bekerja untuk mencari uang dan dinilai oleh atasan. Hasilnya adalah orang-orang yang memiiki karakter yang tidak dapat dipercaya

Contoh lain, Jenderal Charles de Gaulle adalah contoh tokoh kontroversial yang berhasil mengubah paradigma meliter Prancis dan institusi yang semula terlibat kegiatan politik, menjadi alat negara yang modern dan profesional. Sejak masih berpangkat letnan kolonel, putra kedua dari keluarga berada dan terhormat ini, telah menimbulkan keresahan dijajaran meliter Perancis karena tulisan-tulisannya tentang hubungan sipil dan meliter (La Discorde Chez I’ennemi), teori kepemimpinan (Le fil de I’epee), dan masa depan meliter (La France et Son Armee), bertolak belakang dengan doktrin yang sedang berlangsung saat itu. Pembangkangannya terhadap meliter mencapai puncaknya ketika ia berpangkat Brigadir Jenderal , yaitu ia menolak kebijakan Jenderal Besar Philippe Petain sebagai panglima angkatan bersenjata Perancis dalam perang dunia pertama, menyerah kepada Jerman. De Gaulle tidak setuju atas kebijakan Jenderal Petain itu, ia malah memilih lari ke Inggris membentuk pemerintahan pengasingan, sehingga pengadilan meliter Perancis menghukum dia dengn hukuman mati, pemecatan dari meliter dalam sebuah sidang absentia pada tahun 1940 (Opini, Tempo 6 Agustus 2000).

 Kisah de Gaulle ini sebuah contoh tentang loyalitas dan integritas yang dimilikinya. Akhirnya, sejarah mencatat Jenderal de Gaulle dinyatakan sebagai pahlawan, karena ia berhasil mengusir penjajah Jerman dari negerinya. Bahkan ia pernah terpilih menjadi presiden Perancis tiga periode  (1958-1968), dan membawa Perancis menjadi negara yang memerdekakan dua belas negara jajahannya. Loyalitas adalah kesetiaan pada prinsip yang dianut. Integritas adalah bersikap jujur, konsisten, komitmen, berani, dan dapat dipercaya. Intgritas muncul dari kesadaran diri terdalam, yang bersumber dari suara hati. Integritas tidak menipu dan tidak berbohong. Integritas berpegang kepada sebuah prinsip, yang bersahabat dengan suara hati, suara Tuhan. Dan integritas hanya mengharapkan sebuah catatan kecil dari seorang malikat yang berada pada bahu kanannya
.
“ Setiap kata yang Ia ucapkan, tentulah disampingnya ada penjaga yang siap (mencatat). Ketika kedua (malaikat) pencatat membuat catatan, satu duduk di kanan, satu di kiri " QS Qaaf ayat 17-18

Memperoleh kepercayaan adalah suatu dorongan dan keinginan setiap orang. Tetapi memperoleh kepercayaan tanpa dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran, akan mengakibatkan pula sebuah kegagalan. Ia mungkin berhasil memperoleh kepercayaan dari orang lain dengan cara-cara yang tidak baik, seperti menjilat atasan, menyogok atau menyuap, atau bahkan berpura-pura loyal. Ia memperoleh kepercayaan dari atasan tetapi dibenci oleh bawahan. Ia ingin memperoleh kepercayaan mungkin karena suatu keinginan yang “tersembunyi” (vested interest). Ini nafsu yang harus dikendalikan. Nafsu untuk memperoleh sebuah kepercayaan semu dengan menghalalkan berbagai cara. Banyak, dan bahkan seringkali orang yang berpura-pura loyal, berpura-pura jujur, dan berpura-pura memiliki integritas, berpura-pura memberi, berpura-pura menolong, berpura-pura memiliki kometmen, agar ia memperoleh sebuah kepercayan. Tetapi kepercayaan yang diperoleh dengan cara pura-pura tersebut sering kali tidak bertahan lama, dan acap kali orang lain pun akan memberikan pula sebuah” kepercayaan pura-pura” kepadanya.

Oleh karena itu, kunci yang paling utama adalah ketulusan kepada Allah, bukan kepada manusia. Perolehlah kepercayaan dari Allah, maka nafsu ingin memperoleh kepercayaan palsu itu akan sirna. Ia beribadah hanya kepada Allah, dan sebagai balasannya, ia akan memperoleh kepercayaan yang tulus dari orang lain secara lebih hebat. 

“Ia-lah yang memuji-muji kamu, demikian pula malaikat-malaikat-Nya (mendoakan kamu), supaya Ia dapat mengeluarkan kamu dari gelap kepada yang terang. Ia Maha Penyayang terhadap orang yang beriman”. QS Al Ahzab ayat 43

Wallahu a’lam.[DP: 2]

Untuk Apa Berpuasa?

PUASA adalah kebutuhan umat manusia. Sejak dulu, puasa telah menjadi kelaziman umat beragama dengan cara dan waktu yang berbeda-beda. Sitti Maryam, ibu nabi Isa, melakukan puasa bicara selama tiga hari sehingga komunikasinya dengan bahasa isyarat (ramza). Nabi Nuh as, seorang rasul pertama, melakukan puasa setahun penuh. Nabi Daud as melakukan puasa setengah tahun, denga cara berpuasa sehari dan membatalkan sehari.

Nabi Ibrahim as berpuasa tiga hari setiap bulan, yaitu tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. Nah ,Nabi Muhammad  Saw diperintah oleh Allah Swt untuk menjalankan ibadah puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan.

Ada beberapa motif orang melakukan puasa sesuai dengan tujuannya. Ada orang yang berpuasa untuk kesaktian melalui puasa patigeni, yaitu puasa sehari semalam (24 jam) yang dimulai pukul 00,00 dan berbuka pukul 00,00 selama beberapa hari yang ditentukan. Ada pula orang berpuasa untuk meraih tujuan tertentu,yang niatnya duniawi. Seperti puasa mutih dengan cara berpuasa hanya makan sahur nasi putih dan berbuka nasi putih saja karena bertujuan untuk meraih kesaktian ilmu.

Juga berpuasa dari makanan yang mengandung lemak karena tujuannya untuk mengurangi obesitas (kegemukan). Semua puasa yang dibentuk duniawi ini tidak dapat meningkatkan ketaqwaan. Bahkan sangat mungkin malah terjerumus kepada kesesatan dan kesyirikan. Islam mengajarkan puasa sebagaimana diperintahkan Allah Swt dalam QS Albaqarah ayat 183 adalah untuk meraih ketaqwaan.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.

Saat berpuasa, seseorang melatih dirinya untuk tabah dan taat. Puasa adalah balai untuk menempa seseorang menjadi sehat secara jasmani, rohani dan sosial. Kesehatan fisik orang yang berpuasa dapat diraih karena pada saat berpuasa dapat menurunkan kadar gula darah, kolestrol dan mengendalikan tekanan darah. 

Itulah sebabnya, puasa sangat dianjurkan bagi mereka yang menderita penyakit diabetes, kegemukan, dan tekanan darah tinggi.Puasa dapat menjaga perut dari makanan yang menjadi penyebab utama bermacam penyakit, terutamanya kegemukan.

Puasa satu-satunya cara yang dapat memelihara anggota badan dari semua penyakit yang diakibatkan unsur-unsur racun di dalam makanan. Penelitian medis terhadap orang yang berpuasa di bulan Ramadhan pernah dilakukan Muazzam dan Khaleque serta dilaporkan dalam majalah Journal of Tropical Medcine pada tahun 1959, juga oleh Chassain dan Hubert, yang dilaporkan dalam Journal of Physiology pada tahun 1968, mereka menemukan tidak ada perubahan kadar unsur kimia dalam darah orang berpuasa selama bulan Ramadhan. 

Kadar gula darah memang menurun lebih rendah dari biasanya pada saat-saat menjelang magrib, tetapi tidak sampai membahayakan kesehatan. Kadar asam lambung akan meningkat pada saat menjelang magrib di hari-hari pertama puasa, tetapi selanjutnya akan kembali menjadi normal.

Kesehatan rohani dapat diraih karena orang yang berpuasa merasa tenang dan senang serta dilarang marah. Orang berpuasa merasa tenang karena ada kepasrahan dalam dirinya, dan merasa senang pada saat berbuka dan meresapnya keimanan. Rasulullah bersabda,”Kalau seseorang mencaci maki atau mengajak berkelahi, maka hendaknya dikatakan kepadanya,sungguh aku sedang berpuasa”.

Ilmu kedokteran telah membuktikan, mereka yang sedang marah, baik terpendam maupun dinyatakan, akan meningkat kadar hormon  katekholamin dalam darahnya. Hormon katekholamin akan memacu denyut jantung, menegangkan otot-otot, dan menaikan tekanan darah. Semua itu jika dibiarkan berlangsung lama, akan membahayakan kesehatan dan mempercepat proses penuaan.

Puasa sebenarnya mengandung pesan agar orang-orang menghindari peri laku yang tidak sehat, termasuk perilaku yang didorong emosi. Hanya dengan demikian puasa akan memberikan manfaat besar terhadap kesehatan jasmani dan rohani yang dapat membantu memperpanjang harapan hidup. Ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad Saw, “Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat”.Kesehatan sosial dapat diraih oleh orang berpuasa karena pada saat merasa lapar dan haus dapat mendorong mengingat dan merasakan betapa beratnya penderitaan orang yang berkekurangan.

Kesehatan secara sosial diimplimentasikan dengan kepedulian. Kepedulian disimbulkan dengan rasa solidaritas. Karenanya, orang yang sudah melaksanakan kewajiban puasa Ramadhan diwajibkan mengeluarkan harta zakat fitrah agar pada hari kemenangan semuanya merasa senang dan tidak ada yang menderita kelaparan.

Seberapa besar pahala puasa, kita serahkan pada Allah. Yang paling pokok kita mlaksanakan dengan sebaik-baiknya. Namun dalam puasa juga terdapat ,selain dimensi-dimensi kesehatan dan sosial seperi dijelaskan di atas, ada lagi dimensi sosial budaya,seperti acara buka bersama sebagai ajang silaturahmi. Semua perintah ibadah, selalu mengandung pesan bersifat metafisik yang nalar sulit menjawabnya kalau saja diperdebatkan. Misalnya saja, mengapa batal wudhu gara-gara buang angin lalu dibasuh mukanya? Tetapi jika menyangkut aspek pembelajaran yang bersifat psikologis-sosial, ilmu pengetahuan bisa turut menjelaskannya. Bukankah agama menuntut pemeluknya untuk menggunakan nalar dalam memahami dan melaksanakannya?

Perintah puasa mengajak kita untuk menjaga lisan dan tindakan agar tidak melukai pihak lain. Efek dari perintah ini adalah menciptakan hubunan sosial yang santun dan saling menghargai sehingga hubungan sosial menjadi sehat dan harmonis.

Seperti kita saksikan bersama, begitu masuk bulan Ramadhan masyarakat kita berubah menjadi lebih religius dan santun. Orang yang sedang menjalankan puasa akan berusaha semaksimal mungkin menjaga puasanya agar sempurna dengan menghindarkan omongan dan perbuatn tercela.

Emosi yang biasanya meluap ketika sedang berpuasa menjadi terkontrol. Orang lebih memilih diam, membaca kitab suci atau menghadiri ceramah keagamaan dari pada nongkrong di kafe atau ngerumpi .Mereka merasa rugi kalau puasanya hanya sebatas menahan lapar dan haus. 

Dalam bulan puasa, juga terkandung perintah shalat tarawih yang dilakukan malam hari secara berjamaah. Secara fisik, mental, dan sosial shalat tarawih juga dapat meningkatkan kelenturan tubuh, relaksasi, dan memelihara silaturahim dengan tetangga sehingga tercipta hubungan sosial yang baik mengingat shalat tarawih umumnya dilakukan secara berjamaah di masjid.

 Namun, rahasia puasa dan tarawih dari sisi spiritual kita serahkan saja sepenuhnya kepada Allah. Manusia tidak memiliki wewenang dan kemampuan untuk mengukur skala ketulusan, keikhlasan, dan ketaqwaan seseorang. Tak ada yang tahu kualitas dan kedalaman puasa seseorang kecuali Allah. Apakah kita sungguh-sungguh melaksanakan puasa ataukah tidak, orang yang bersangkutan akan lebih tahu dan merasakannya mengingat aktivitas ibadah itu sesungguhnya sangat bersifat pribadi.

Meski bersifat pribadi, dari semua ibadah dalam Islam dituntut agar membuahkan kebaikan sosial. Dengan menghayati dan menjalani ibadah puasa, seseorang mestinya senantiasa menyebarkan vibrasi kebaikan,kejujuran,kedamaian, dan kenyamanan kepada siapa saja yang berada di sekitanya. 

Jadi, sungguh ironis kalau sebuah bangsa yang rajin berpuasa, tapi juga senang melakukan korupsi dan bertengkar. Memang, kita tidak bisa menarik garis lurus dan mengharapkan puasa untuk memberantas korupsi, karena ibadah puasa lebih bersifat individual dan komunal, sementara korupsi berada pada ranah birokrasi dan pelanggaran hak-hak publik. Jadi, ibadah puasa hanya bisa memberikan pesan dan kekuatan moral, tapi lembaga eksekusinya adalah instrumen negara. Tanpa penegakan hukum dan keadilan secara konsisten dan tegas, perilaku keagamaan seseorang tidak efektif untuk memberantas korupsi.[DP : 13].

Wallahu a’lam.

Investasi Zakat Dalam Hubungan Sosial

Zakat adalah suatu metode pembelajaran agar seseorang memiliki kesadaran bahwa dirinya adalah salah satu bagian dari lingkungan sosial yang memiliki tugas untuk menjalankan missi-Nya sebagai rahmatan lil alamiin . Disamping tujuannya, sebagai sebuah tanggung jawab sosial ,zakat mengajarkan manusia untuk selalu melakukan sesuatu kolaborasi dengan lingkungan, sehingga tugas sebagai khalifah bisa berjalan lebih efektif dan lebih efesien

Lingkungan sosial adalah sebuah sumber daya yang penting untuk mendukung sebuah keberhasilan. Didalam hubungan sosial, begitu banyak permasalahan yang dihadapi oleh orang lain di sekitar kita, dimana kita bisa melakukan berbagai hal untuk mengisi kekosongan mereka melalui prinsip zakat atau prinsip memberi. Prinsip zakat itu bukan hanya sebatas memberi sebesar dua setengah persen dari penghasilan bersih yang kita miliki,tetapi prinsip zakat atau prinsip memberi dalam arti yang sangat luas, seperti memberi perhatian atau penghargaan kepada orang, memahami perasaan orang lain, menepati janji yang sudah anda berikan, bersikap toleran, mau mendengar orang lain, bersikap empati, menunjukan integritas, menunjukan sifat rahman dan rahim kepada orang lain, atau suka menolong orang.Semua harus dipahami  dalam arti yang sangat luas berdasarkan prinsip “Bissmillah”. Karena, zakat sebenarnya, adalah suatu kehendak dasar dari hati nurani manusia sesuai dengan suara hati, yang telah ditiupkan oleh Tuhan, yang berarti manusia pun memiliki rekaman sifat-sifat Tuhan, yang salah satunya adalah dorongan atau motivasi untuk bersikap rahman dan rahim atau pengasih dan penyayang.

Zakat pada prinsipnya adalah memelihara lingkungan sosial dengan prinsip memberi, sehingga tercipta suatu sinergi, yaitu kerja sama antara seseorang atau kelompok orang, dengan orang lain, atau dengan kelompok lainnya dengan menghargai berbagai perbedaan yang ada.Keinginan berkelompok atau bersinergi sebenarnya adalah merupakan suatu dorongan suara hati nurani manusia yang juga merupakan suatu kebutuhan.

Hal di atas, akan menciptakan suatu hubungan dimana investasi kepercayaan akan tercipta dari kedua belah fihak. Zakat akan mencairkan sekali gus menghapus berbagai prasangka negatif ang terjadi akibat perbedaan sudut pandang atau persepsi dari kedua belah pihak, dan berubah menjadi suatu hubungan yang saling percaya dan membentuk investasi kometmen dua arah secara mendalam. Disini akan terbangun dan tercipta suatu landasan koperatif yang sangat positip, dan terfokus kepada suatu sinergi. Melalui prinsip zakat, selain menghilangkan energi negatip, maka zakat akan membangun suatu investasi kridibilitas yang dibutuhkan sebagai sebuah batu loncatan untuk melakukan langkah aliansi (persekutuan) dengan orang lain.

Menolong, atau membantu orang lain merupakan suatu investasi jangka panjang dalam rangka menanamkan benih kepercayaan yang sangat dibutuhkan didalam suatu aliansi. Karena, tidak ada suatu sinergi tanpa kepercayaan, dan tidak ada kepercayaan tanpa sikap memberi. Zakat adalah suatu prinsip yang memastikan akan pentingnya sikap “memberi ”ini.

“Katakanlah, Sungguh, Tuhan-Ku melapangkan rezeki bagi siapa yang Ia berkenan dari hamba-hamba-Nya, dan menyempitkannya. Dan tiada sesuatupun yang kamu nafkahkan yang tiada diganti-Nya. Ia-lah yang sebaik-baik Pemberi Rezeki”.  QS As Saba’ ayat 39

Prinsip zakat akan menghasilkan rasa percaya yang akan menciptakan investasi keterbukaan dari kedua belah pihak. Zakat akan menghasilkan sikap kompromi, sehingga masing-masing pihak akan mampu merasakan apa yang diinginkan dari pihak lainnya (empati), sehingga terjadi suatu penyelarasan keinginan yang menghasilkan sebuah pengertian dan kesepakatan baru. Keterbukaan ini akan terjadi, apabila salah satu pihak mau memulai untuk bersikap memberi kepada pihak lainnya, sehingga tercipta suatu keterbukaan. Tanpa ada yang mau memulai untuk memberi, maka keterbukaan tidak akan penah terlaksana. 

Prinsip zakat adalah langkah pembuka untuk “memulai” dengan sikap memberi secara kongkrit. Apabila sikap diatas telah menjadi suatu kebiasaan, maka niscaya ia akan mampu menciptakan suatu sinergi yang sangat “luas” dengan lingkungan sekitarnya. Karena ia telah melakukan suatu investasi keercayaan yang diperoeh melalui prinsip zakat. Ia telah menunjukan integritas pribadi kepada orang lain.Hasilnya, ia akan mampu bekerja lebih produktif, karena selain didukung oleh lingkungannya didalam berusaha, ia akan menjadi lebih mudah untuk melakukan suatu sinergi dengan pihak lain, khususnya dengan pihak yang pernah “diberi”, diberi dalam arti yang luas sekali.

Oleh karena itu, prinsip zakat ini adalah prinsip yang sangat penting sebelum melakukan suatu langkah sinergi dan aliansi ,dimana anda telah memiliki investasi kepercayaan yng tinggi, yang akan menghasilkn suatu kredibiitas, keterbukan dan kompromi, efektifitas, dan kometmen.

Selama ini, begitu banyak orang yang terlalu mengandalkan kemampuan diri secara pribadi untuk mencapai suatu keberhasilan,tetapi hasilnya jelas akan kurang efektif apabila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh melalui suatu kolaborasi. Mungkin ia sering melakukan zakat, tapi sayangnya ia kurang atau bahkan belum menyadari akan makna besar dibelakang arti zakat itu sendiri, sehingga akhirnya ia tetap saja berorientasi pada hasil kerja pribadi atau perseorangan. Padahal, sesungguhnya zakat memiliki makna kolaborasi yang sangat kuat.

Namun prinsip zakat yang tidak tulus tidak akan efektif dan akan hanya menguntungkan secara jangka pendek, atau bahkan tidak memberikn manfaat apa-apa. Karena manusia melalui mata hatinya akan mampu merasakan suatu “kebohongan integritas”.Oleh karena itu, untuk mendapatkan suatu hasil yang optimal, maka prinsip zakat ini harus sungguh-sungguh datang dari dasar hati. Dengan pirinsip,” Bismillaahirrahmaanirrahiim”,maka integritasnya akan tercatat, tidak hanya dihati manusia tapi juga di hati Allah Yang Maha Mengetahui. Di sinilah letak tantangan terberat apabila anda ingin membangun suatu ketangguhan sosial yang sesungguhnya melalui zakat. Berzakatlah dengan tulus karena Allah Swt.

“Hai, orang-orang yang beriman,janganlah batalkan sedekahmu dengan umpatan dan gangguan, seperti orang menafkahkan kekayaannya supaya dilihat orang, tetapi tiada beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Perumpamaan mereka adalah seperti batu licin dengan tanah di atasnya. Hujan lebat menimpanya, maka tinggalah (batu yang) licin. Mereka tiada menguasai sesuatu pun dari apa yang telah mereka dapatkan. Dan Allah tiada membimbing orang yang kafir” 
QS Al Baqarah ayat 264. [DP : 2]

Wallahu a’lam.

Jika Janji AllAH Dihargai Sedikit

Didalam dunia ekonomi atau niaga tidak luput dari jual beli atau transaksi. Ada jual beli sektor riil,  ada  jual beli jasa dan ada pula jual beli janji atau bursa efek.

Didalam jual beli berlaku hukum ekonomi, yaitu suplai dan dimand. Kalau suplai terbatas, sementara permintaan bertambah maka harga akan naik, dan sebaliknya jika suplai berlimpah , sementara permintaan berkurang, maka harga akan turun. Contoh, LPG, minyak goreng, cabe, beras belum lama ini, karena suplai terbatas, permintaan banyak, harga melonjak sangat signifikan.Tetapi, ada lagi faktor yang mempengaruhi harga menjadi naik, yaitu faktor kualitas. Kalau kualitasnya baik maka orang akan mencari, walaupun harganya sedikit tinggi, pasti dibeli.

Demikian pula dengan jual beli janji yang sekarang dikenal dengan bursa efek atau jual saham. Kalau perusahaannya sedang menanjak, maju pesat dan bonafit, sahamnya sangat laku dijual, dipercaya janji-janjina. Namun, kalaupun janji-janji bursa efek sangat kuat dan dapat dipercaya oleh segolongan orang, tetapi sesungguhnya belum ada jaminann yang pasti. Fenomena sekarang yang berkembang, orang kurang menghargai janji-janji Allah, menganggap sepele yang telah dijanjikan Allah.

 Padahal Allah telah mengingatkan kita di dalam QS Ali Imran ayat 77.

“Sesungguhnya orang-orang yang menghargai janji-janji Allah dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di akherat dan Allah tidak akan berkata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka. Allah akan cuek kepada mereka dan Allah tidak akan mensucikan mereka”.

@ Laa khalaaqa lahum fil aakhirah (tidak mendapat bagian (pahla), idak ada daftar kebaikan di akhirat, rapornya kosong);

@ Walaa yukalimu humullaahu (Allah tidak mau berkata , kalau kita protes di akhirat Allah tidak mau berkata-kata dengan kita);

@ Walaa yanzum ilaihim (Allah tidak mau melihat kita, alias Allah cuek terhadap kita dan Allah tidak mau menghapuskan dosa-dosa kita)

Contoh tidak mau menghargai jual beli, misalnya ada pedagang keliling menawarkan suatu barang kepada kita. Karena kita tidak butuh terhadap barang tersebut, dari harga yang ia patok seharga 50.000 ribu rupiah kita tawar dengan harga hanya 5000 rupiah saja. Bayangkan, kalau barang itu janji Allah (yang sudah pasti benarnya) kita hargai dengan harga yang murah??Padahal janji Allah itu sudah sangat murah, kita hanya disuruh bertaqwa dan dengan usaha semampu kita (illa wus aha).

Didalam Al Qur’an banyak sekali janji-janji Allah, tetapi kebanyakan kita menghargainya dengan harga yang sangat murah,menganggap sepele, menganggap angin lalu, menganggap pura-pura tidak tahu, padahal itu janji Allah.

Firman Allah di dalam Al Qur’an surat Ali Imran ayat 132, 133, 136 dan Al Baqarah ayat 3, 4, dan 5 menjanjikan:

“Dan taatilah Allah dan rasul,supaya kamu diberi rahmat. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi ,di dalamnya mengalir sungai-sungai ,sedang mereka kekal di dalamnya, yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang yang beriman kepada yang gaib dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugrahkan kepada mereka dan mereka beriman kepada Kitab Al Qur’an,serta mereka yakin akan adanya(kehidupan) akhirat. Merekalah orang-orang yang beruntung”

Allah menegaskan kembali di dalam Surat Thaha ayat 124, 125, dan 126:

“Barang siapa mengabaikan Al Qur’an, ia akan resah, selalu takut, hidupnya sempit”

“Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku (Kitab Al Qur’an) maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”;

“Berkata ia, ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah orang yang melihat”; 

Allah berfirman,
” Demikianlah telah datang kepadamu ayat-ayat kami maka kamu melupakannya, menghargainya dengan harga yang murah, anggap sepele, dan begitu pula hari ini kamupun dilupakan”.

Untuk menghargai janji-janji Allah, marilah kita selalu berusaha meningkatkan ketaqwaan kita dengan sebenar-benar taqwa, yaitu dengan memanfaatkan waku sebaik-baiknya. 

Untuk itu saya setuju bait nyanyian Ebit G Ade bahwa, ”Mumpung kita masih diberi waktu, kita mesti bersyukur, entah sampai kapan, tak ada yang dapat menghitung .Kepada rumput ilalang, bintang gemintang meminjam catatannya, sampai kapan? Gerangan waktu yang masih tersisa, semuanya menggeleng, semuanya terdiam,semuanya menjawab tidak tahu dan tidak mengerti . Yang terbaik adalah segeralah besujud menghargai janji-janji Allah, mumpung kita masih diberi waktu. [DP : 14]

Wallahu a’lam.

Kekuatan Ihsan Dan Kesuksesan

Beberapa tahun yang telah lewat, ketika penulis mengikuti training dalam bidang Metrology and Measurement Standard di Jepang, berkunjung ke salah satu pabrik timbangan Cyo Balance yang terkenal di Jepang, kaget luar biasa ketika memasuki toilet sekitar lobby perusahaan tersebut. Betapak tidak?.Kebersihannya bak layaknya hotel berbintang. Padahal saya tahu, umumnya mereka adalah pekerja-pekerja pabrik. 

Seperti biasa, setiap kunjungan selalu diakhiri dengan meeting. Setelah meeting, saya langsung keluar ruangan mendahului mereka. Beberapa langkah berjalan, saya menoleh ke belakang, dan saya melihat mereka sedang merapikan kembali kursi-kursi seperti pada saat awal meeting. Saya kemudian bertanya kepada koordinator training saya. “Mengapa mereka senantiasa merapikan kembali kursi setelah rapat? Bukankah ada petugas khusus yang akan membersihkan ruangan rapat ini”? Koordinator saya menjawab, “Dalam budaya Jepang, kita harus memikirkan orang lain yang akan menggunakan ruang rapat itu, kita harus senantiasa memberi dan menolong”. Itulah salah satu contoh sederhana peri laku “ihsan”, yaitu berbuat sesuatu dengan suka rela dan penuh keikhlasan.

Dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad Saw pernah mengatakan, bahwa ihsan adalah ,”mengabdi kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Ia melihat kamu”.

Ihsan berasal dari kata “husn”,yang merujuk kepada kualitas sesuatu yang baik dan indah. Dalam kamus bahasa, dinyatakan bahwa kata “husn” dalam pengertian umum bermakna tentang setiap kualitas yang bermakna positip (kebajikan, kejujuran, indah, ramah dan lain-lain). Dengan kata lain, ihsan adalah berbuat sesuatu dengan sangat indah. Al Qur’an menggunakan kata ihsan dan muhsin (orang yang mengerjakan suatu yang indah) dalam 70 (tujuh puluh) ayat. Secara menonjol, ia sering merujuk kepada Allah, sebagai sesuatu yang indah. 

Allah mengerjakan yang indah, dimulai dengan penciptaan keindahan itu sendiri, sementara keindahan ciptaan Allah yang tertinggi adalah manusia yang dibentuk dari “bayangan” terindah Allah melalui percikan 
“Asmaul Husna-Nya), yaitu sifat-sifat indah Allah, yang selanjutnya akan menjadi value dan drive manusia.

Jika Allah mengerjakan sesuatu yang indah melalui manusia, maka manusia memiliki kewajiban untuk mengerjakan sesuatu yang indah dalam berhubungan dengan Allah dan makhluk lainnya. Dengan kata lain, manusia harus berbuat sesuai dengan fitrah (drive) mereka atau sesuai dengan nilai-nilai (value) spiritual, suatu keadaan yang murni (spirit,yang ditempatkan Allah dalam diri mereka).

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan mantap kepada agama, menurut fitrah Allah yang telah menciptakan fitrah itu pada manusia. Tiada dapat diubah (hukum-hukum) ciptaan Allah. Itulah agama yang benar,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”

Ihsan adalah berbuat kebaikan seolah-olah seseorang melihat Allah. Dalam situasi seperti ini, seseorang harus menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang dapat bersembunyi dari pandangan Allah, untuk tujuan melakukan semua perbuatan semata-mata demi Allah. Salah satu motivasi untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memahami bahwa Allah selalu hadir dalam setiap jengkal langkah hidup kita. Hal ini tidak hanya berarti bahwa Allah senantiasa melihat apa yang kita kerjakan, tetapi Allah juga melihat apa yang sedang kita pikirkan. Allah mengetahui segala sesuatu, baik yang terlahir maupun yang tersembunyi, termasuk pikiran kita yang paling rahasia sekalipun.

“Bukankah Allah adalah bagian yang paling Mengetahui apa yang ada dalam dada setiap manusia.? QS An-Kabuut ayat 10

Ihsan menghendaki bahwa manusia harus menyadari akan kehadiran Allah dan berperilaku dengan sebaik-baiknya, bahkan ihsan juga menuntut agar brfikir, merasa, dan berniat secara baik pula.Ihsan tidak cukup hanya dengan kebaikan perbuatan lahiriah, melainkan juga pikiran dan sikap bertindak yang selaras dengan perbuatan batiniah. Tidak boleh ada pertentangan antara apa yang dipikirkan manusia dengan apa yang dikerjakannya. Harmonisitas kejadian di atas sering disebut dengan ikhlas (ketulusan). Ikhlas merupakan keadaan yang sama antara sisi batin dan lahir ketika Allah memberikan sesuatu kepada manusia, baik yang mengembirakan ataupun yang menyedihkan.

Ada hal yang menarik ketika berbicara “esensi ihsan”,kemudian mengaitkannya degan fenomena orang-orang yang sukses yang selalu memiliki model dan ciri khas yang sama, yaitu motivasi mereka bukan lagi semata pada materi melainkan motivasi yang bersandar pada nilai-nilai yang bersifat spiritual, dengan rasa tulus,rasa kasih dan tanggung jawab, rasa sosial dan rasa mau menolong pada sesamanya.

Pendapat ini diperkuat oleh Jack Welch dari General Electric, dalam sebuah pidatonya mengungkapkan,”Yang dibutuhkan saat ini adalah pemimpin-pemimpin yang memiliki landasan spiritual untuk memimpin sebuah perusahaan”.Lebih lanjut, menurut Gay Hendricks dan Kate Ludemen (konsultan terkenal) dari sebuah perusahaan, mengadakan sebuah penelitian terhadap 800-san manajer perusahaan yang mereka tangani, selama 20 tahun, membuat suatu kesimpulan yang mengejutkan, “Apabila Anda hendak mencari orang-orang yang memiliki nilai-nilai spiritual sejati, Anda tidak hanya menemukannya di tempat-tempat ibadah, tapi justru di korporasi-korporasi yang sukses.” 

Hasil interview Hendricks menunjukan pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaan ke puncak kesuksesan adalah orang-orang yang memiliki integritas (berani, jujur, tak pernah putus asa, terbuka, mampu menerima keritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, memiliki spiritualitas yang non dogmatis, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain). 

Para pemimpin yang sukses lebih mengamalkan nilai-nilai spiritual . Itulah” ihsan”,yang dikala ia berbuat sesuatu, ia merasa dilihat oleh Allah Swt.
“Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dengan tulus ikhlas mengerjakan agama karena Allah”.(QS Anisaa ayat 146).      [DP : 5]

Wallahu a’lam.

18/04/12

Ridha Dan Qana’ah



      Orang yang beriman, dan yang memiliki ilmu dan amal yang baik, diakui oleh Allah Swt sebagai makhluk yang terbaik. Untuk mereka disediakan balasan dan ganjaran yang seimbang dengan iman dan amal saleh mereka.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, merekalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka disisi Tuhan adalah surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal selama-lamanya di dalamnya, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepaa Allah, yang demikian itu adalah untuk orang yang takut kepada Tuhan-Nya”.
                                QS Ai-Bayyinah ayat 7-8
      Di atas segala macam nikmat, mereka mendapat keridhaan Allah Swt, dan merekapun ridha kepada Allah. Kalau kita ingat kepada Allah, maka Allah pun akan ingat kepada kita. Sebaliknya jika kita lupa kepada Allah, maka Allah pun lupa kepada kita. Benar kata group band Bimbo dalam suatu nyanyinya,
“Aku jauh, Engkau jauh. Aku dekat, Engkau dekat. Hati adalah cerminan tempat pahala dan dosa berpadu. Tuhan, Tuhan Yang Maha Esa, tempatku memuja dengan segala doa”.
      Jika kita dekat kepada Allah dengan bertaqwa, maka Allah akan lebih mendekat kepada kita, dan akan menyertai segala aktivitas kita dalam bentuk hidayah, taufik, ma’unah dan inayah-Nya. Sehingga segala yang kita rencanakan untuk tujuan yang baik akan berjalan dengan mulus dan berhasil mencapai tujuannya. Itu semua akan diberikan oleh Allah Swt untuk orang-orang yang selalu bertaqwa kepada Allah, yaitu orang-orang yang mematuhi segala perintahnya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Apabila Allah Swt menyuruh manusia berbuat sesuatu, itu tandanya berguna dan berpaedah untuk dikerjakan, dan sebaliknya, manakala Allah Swt telah melarang sesuatu, itu tandanya berbahaya dan akan mendatangkan malapetaka bila dilanggar.Salah satu dari tanda cinta kepada Allah, ialah ridha menerima ketentuan-ketentuan yang ditimpakan oleh Allah Swt atas diri manusia yang benar-benar bertaqwa.Ia tidak berputus asa manakala terjadi musibah atas dirinya. Ia tidak selamanya berduka berlebih-lebihan. Karena ia tahu, sebagai orang yang bertauhid kepada Allah Swt, ia yakin seyakin-yakinnya, bahwa segala sesuatu yang terjadi di permukaan bumi ini, demikian pula yang langsung menimpa dirinya, baik yang mengembirakan ataupun yang menyedihkan, semuanya itu tidak akan terjadi, jika tidak dengan izin Allah Swt.
“Tidaklah menimpa sesuatu musibah melainkan dengan izin Allah, dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan menuntun hatinya, dan Allah itu Maha Mengetahui atas segala sesuatu”.
                            QS At Taghaabun ayat 11
Orang yang benar-benar beriman dan cinta kepada Allah, pasti akan menerima semua ketentuan Allah dengan ridha dan tawakal.
      Di dalam sebuah hadist diriwayatkan, Bahwa Nabi Muhammad Saw menanyakan segolongan sahabatnya,” Apa (siapakah) kamu?”. Para sahabat menjawab,” Kami orang-orang yang beriman”. Nabi bertanya lagi, “Apakah tanda keimanan kamu?”. Para sahabat menjawab,”Kami bersabar menghadapi bala(cobaan) dan kami bersyukur ketika dalam kelapangan, dan kami ridha ketika ditimpa qadha (ketentuan Tuhan). Nabi lalu menegaskan,”Kamu beriman, demi Tuhan Ka’bah”.(HR Thabarani).
Jadi, tanda orang beriman ialah sabar menerima bala (cobaan), syukur menerima nikmat (kelapangan), dan ridha dalam menerima segala ketentuan Allah Swt.
      Sedangkan qana’ah adalah orang yang dapat menerima kenyataan dengan rezki yang terbatas, tetapi ia ridha menerimanya. Karena ia yakin bahwa rezeki yang diterimanya adalah kehendak dan ketentuan Allah, setelah ia berusaha dengan segala daya dan upaya. Ia tidak melihat kepada banyaknya pemberian, tetapi selalu memperhatikan siapakah yang memberi, yaitu Allah Swt. Ia merasa cukup dengan rezeki yang diterimanya itu. Sifat yang demikian itu dalam ilmu Akhlak dinamakan sifat qana’ah. Ia menerima dengan ikhlas walaupun pada kenyataannya kurang dari kebutuhannya, namun diterimanya dengan rasa syukur dan ridha dengan sifat qana’ah itu.
“Berbahagialah orang yang mendapat petunjuk ke dalam Islam, dan rezekinya terbatas dan ia ridha dengan rezeki yang terbatas itu”.
                                Al Hadist, HR Turmudzi
Lawan dari sifat qana’ah ialah loba dan thama’, yaitu sifat yang menyebabkan orang tidak pernah merasa cukup, walaupun rezeki yang diperolehnya telah melebihi kebutuhan-kebutuhannya. Orang yang memiliki sifat thama’ ini, tidak pernah merasa bahagia dalam hidupnya, walaupun ia telah bergelimang harta dan kekayaan  berlimpah. Batinnya tetap merasa miskin, jiwanya gersang dan kerdil .Itulah sebabnya, maka Rasulullah mengingatkan kita bahwa kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa.
“Bukanlah kekayaan itu karena kebanyakan harta, tetapi kekayaan (yang sebenarnya) ialah kekayaan jiwa”.
                                (Muttafaq Allaihi)
Wallahu a’lam.[DP : 3]

Setelah Ramadhan,Tetaplah Dalam Fitrah Illahi



      Ramadhan telah berlalu, umat Islam pada umumnya merasa gembira. Ada yang bergembira karena merasa bebas, bisa makan dan minum disiang hari. Ada juga yang bersuka ria dengan baju baru, sepatu baru, celana baru, hadiah-hadiah dan THR beribu-ribu. Ada juga yang bersuka ria karena bisa pulang mudik bertemu sanak keluarga dan berbahagia karena dapat shalat Ied bersama-sama.
      Orang-orang yang beiman merasa bangga, karena mereka telah mengisi bulan yang pnuh dengan rahmat itu dengan meningkatkan keimanan dan beramal saleh. Berbeda dengan para sahabat Rasulullah Saw, bila Ramadhan berakhir, mereka bersedih. Bukan bersedih karena tidak punya makanan atau tidak mampu membeli baju baru, tetapi bersedih disebabkan enggan berpisah dengan bulan Ramadhan. Mereka takut amal ibadahnya sia-sia tidak diterima Allah Ta’ala. Mereka khawatir tidak bertemu lagi dengan bulan yang penuh berkah itu. Mereka benar-benar ingin mmpunyai kesempatan lagi unuk meraih pahala. Bagaimana dengan kita?
      Sebenarnya bulan Ramadhan itu seperti penataran atau latihan. Artinya pada bulan itu jasmani rohani dan jiwa raga benar-benar diuji dengan berbagai macam cobaan. Orang-orang yang melaksanakan shaum Ramadhan dibiasakan menahan lapar dan dahaga, hidup sederhana, bangun pada malam hari, makan teratur dan mmperhatikan kesehatan. Jiwanya dididik bersabar, disiplin, memperhatikan waktu,dan merasakan penderitaan orang lain. Pada waktu shaum kita berusaha menahan diri dari makanan dan minuman yang halal serta menggemarkan ibadah yang hukumnya wajib dan sunah. Dengan demikian diharapkan dapat menahan diri dari makanan yng makruh apalagi haram, seperti korupsi misalnya. Serta bersemangat dalam melaksanakan kewajiban sehingga kita benar-benar orang berjiwa taqwa, yaitu orang-orang yang mampu melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan yang di cegah Allah dan Rasulnya, sesuai dengan firman Allah Swt dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 183.
“Hai orang-orang yang beriman, berpuasalah kamu sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”.
Dengan ibadah-ibadah yang dilakukan dalam bulan Ramadhan, dosa-dosa kita dihapus, sebagaimana sabda Rasulullah, “Siapa yang beribadah pada bulan Ramadhan karena beriman dan mengharapkan pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni”(HR Bukhari).
      Kegiatan-kegiatan yang berpahala pada bulan pengampunan itu diakhiri dengan zakat fitrah dan dilengkapi dengan Idul Fitri. Idul Fitri dapat diartikan kembali kepada fitrah ,dimaksudkan agar orang-orang yang melaksanakan shaum yang sebelumnya penuh dengan dosa dan kesalahan, pada hari itu kembali suci. Dosa-dosa kita dicuci dengan amal ibadah yang dilakukan di bulan suci Ramadhan. Fitrah bukan hanya mempunyai arti suci, tetapi mempunyai makna kecendrungan beriman kepada Allah dan dorongan untuk menjalankan agama Islam secara kaafah. Setelah kita memasuki bulan Syawal, kita bagaikan lahir kembali, siap memasuki lembaran hidup baru. Dengan semangat beribadah yang masih segar dan keimanan yang tinggi , akankah kita isi lembaran-lembaran hidup ini dengan dosa-dosa baru? Coba kita introspeksi atau muhasabah, sebelum terlambat. Setelah kita sukses berpuasa, masihkah kita mengunjungi majid untuk shalat berjamaah seperti pada bulan Ramadhan? Masihkah kita bangun pada waktu sahur untuk tahajud, membaca Al Qur’an setiap hari, mempelajari Islam dan mengeluarkan shadaqah? Masih ada semangatkah beribadah pada bulan ini dan bulan-bulan berikutnya? Kita wajib mempertahankn ketaqwaan dan fitrah berkesinambungan sekurang-kurangnya sampai datang Ramadhan tahun depan.
“Maka hadapkanlah jiwa ragamu dengan lurus kepada agama Allah. Tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanykan manusia tidak mengetahuinya”
                                QS Ar-Rum ayat 30
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, training puasa adalah suatu metode pelatihan untuk pengendalian diri yang bertujuan , untuk meraih pembebasan dari belengu napsu yang tidak terkendali, dan bertujuan memelihara aset kita yang paling berharga yaitu fitrah diri,yang akan melahirkan sifat-sifat rahman, sifat rahim, sabar, adil, memberi, konsisten, sungguh-sungguh, dan sifat mulia lainnya...sehingga munculah pribadi yang luhur berhati emas, bermental baja, berfisk besi , yang diakhiri dengan Idul Fitri, meskipun training puasa telah berlalu. Dan berjuanglah terus untuk meraih kemenangan yang diperoleh ketika puasa ,yaitu Minal aidzin wal faidzin, tetaplah dalam fitrah Illahi.
      Sebagai penutup, cobalah simak puisi Hassan Al Basri pada zaman Rasulullah masih hidup:
“Aku tahu rizkiku tak mungkin diambil orang lain,Karenanya hatiku tenang. Aku tahu, amal-amalku tak mungkin dilakukan orang lain,maka aku sibukan diriku bekerja dan beramal. Aku tahu, Allah selalu melihatku, karenanya aku malu bila Allah mendapatiku melakukan maksiat .Aku tahu, kematian menantiku maka kupersiapkan bekal untuk berjumpa dengan Rabbku”.
    Wallahu a’lam.[DP : 14 & 2]
   

Bacalah Demi Waktu (Wal ‘asr)



      Wal ‘asr,lompatan waktu (stage era) atau orang sering mengatakan “human being stage era” ditahapkan menjadi, era masa lampau (past era) , era masa kini (now era), dan era masa yang akan datang (future era). Masa lampau adalah masa ang sudah lewat, yaitu masa yang tidak bisa lagi kembali. Sedangkan masa kini adalah “kenyataan”. Kenyataan baik atau buruk,kenyataan manis atau pahit yang kita alami sekarang adalah hasil masa lampau. Kalau masa kini dirasakan lebih baik dari masa lampau tentunya harus kita syukuri dan nikmati. Sebaliknya, kalau masa kini dirasakan lebih buruk dari masa lampau , jangan disesali, hadapi dengan ikhlas dan introspeksi. Baik atau buruk adalah rule Allah (ketetapan Allah), tetapi setelah melalui proses usaha. Dengan kata lain, setelah berusaha dengan sungguh-sungguh dan panjang, hasilnya adalah “baik” atau “buruk”, itulah takdir. Pada setiap proses yang akan kita hadapi dan telah kita lalui, terdapat takdir atau ketetapan Allah.
      Masa yang akan datang adalah masa yang penuh mesteri. Kita tidak tahu apa yang terjadi atau hasil apa yang akan kita peroleh besok.
“Tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
                            QS Lukman ayat 34
Tetapi Allah Swt telah mengingatkan kita dalam Surat Al-Asr, “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman kepada Allah dan mengerjakn amal saleh.....”. Kecuali yang beramal saleh” maksudnya, yaitu orang-orang yang mau bekerja, berusaha,dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Usaha dalam arti luas, yaitu bekerja, berfikir dengan membaca keadaan dengan fasilitas yang telah disediakan oleh Allah Swt berupa langit dan bumi (mafissamawati wal ardhi). Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang, kecuali kalau orang itu mau merubahnya sendiri, yaitu dengan beramal, bekerja dan membaca keadaan yang ada disekelilingnya. Membaca adalah mencari, menemukan, menelaah dan menyempurnakannya terus menerus ketetapan Allah atau hukum-hukum Allah. Ketetapan Allah adalah Al-Alim yang Maha Ilmu, jadi ketetapan Allah itu sudah ada , tetapi umat manusia disuruh menggali dan mencari dengan membaca.
      Ketika perintah membaca diturunkan melalui wahyu pertama oleh jibril, berkata, “Iqra’..... Bacalah....,nabi Muhammad Saw bertanya, “Ma iqra’,apa yang harus saya baca? Pertanyaan itu tidak dijawab, karena Allah menghendaki agar nabi dan umatnya membaca apa saja yang bermanfaat bagi manusia (bismi rabbika).
      Seorang raja Sisilia memiliki sebuah mahkota yang terbuat dari emas murni. Dia bingung karena tidak mengetahui berapa volume dari mahkota miliknya itu. Bentuk mahkota itu sangat unik, penuh dengan ukir-ukiran,sehingga sangat sulit untuk mnentukan volumenya. Kemudian para ilmuwan pada jamannya dipanggil untuk berusaha untuk mengetahui volume mahkotanya .Syahibul hikayat tersebut kisah, ada seorang ilmuwan ketika mandi,air keluar dari bath tubnya, lalu ia membaca, kenapa air keluar atau tumpah. Dia memperhatikan hal itu, air yang tumpah itu. Kemudian ia keluar dari dalam bath tub tersebut, dan diisinya kembali dengan air sampai penuh, lalu ia mencelupkan kakinya, kembali airnya tumpah.Diperhatikannya kenapa air tumpah, ketika ia memasukan anggota badannya. Aha, dia menemukan jawabannya. Tiba-tiba saja sang ilmuwan itu berteriak, “Eureka (saya dapat”), Eurka ,Eureka. Setelah berpakaian rapi ,ia bergegas menemui raja, dengan berbinar-binar ia mengatakan bisa menemukan jawabannya. Dihadapan sang raja, dia memasukan mahkota itu ke dalam suatu tempat (bejana) yang terisi penuh air. Lalu air yang tertumpah dimasukan ke dalam gelas pengukur, maka terjawablah volume mahkota emas yang penuh ukiran itu. Sang ilmuan itu bernama Archimedes, yang kemudian namanya diabadikan untuk mngingat hukum bahwa,berat/masa jenis benda adalah beratnya dibagi volume.
      Archimedes telah membaca air yang  tumpah, ketika dirinya masuk ke dalam bath tubnya. Kemudian ia meneliti, menelaah, dan mempelajari hal itu secara sungguh-sungguh. Akhirnya ia berhasil melihat salah satu ketentuan Tuhan, yaitu hukum Archimedes. Yaitu suatu ketetapan milik Tuhan yang dilihat dan dibaca oleh Archimedes. Archimedes telah memanfaatkan waktu, masa lalu, masa kini,dan masa yang akan datang. Demi masa (Wal asr) dan ayat pertama, Bacalah (Iqra’).
“Allah meninggikan derajat bagi kaum yang senantiasa berfikir (Al –Hadist)”. “Katakanlah, samakah orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu” (QS Azumar ayat 9)
Pertanyaannya, kenapa Tuhan memberikan ilmu melalui Archimedes? Karena Tuhan tidak pilih kasih, Tuhan memberikan ilmunya kepada siapa yang mau membaca. Tuhan Maha Rahman, Maha Rahim, karena setiap manusia diciptakan Allah Swt mempunyai suara hati (kalbu) berupa Al Alim yang bersemayam di setiap jiwa manusia, sebuah dorongan untuk “belajar”. Dorongan itu ada pada Aechimedes yang telah memanfaatkan waktu dan membaca, ada pada Albert Einstin yang menemukan hukum kekekalan energi, kedahsyatan energi atom dengan rumus : E=Mc^2 . Ada pada Thomas Alfa Edison yang mnemukan lampu pijarnya. Ada pada Prof. Howard Aiken yang menemukan komputer pada tahun 1937, dan masih banyak lagi ilmuwan yang berfrestasi untuk kesejahteraan manusia. Mereka-mereka itu telah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan membaca keadaan alam ciptaan Allah Swt.
      Teori-teori mereka itu, dipelajari terus menerus oleh orang lain dengan menyempurnakannya. Sebetulnya, dorongan untuk belajar ada juga pada kita, hanya kita tidak mau membaca, belajar sungguh-sungguh dengan memanfaatkan waktu. Waktu banyak kita lewatkan begitu saja. Bukan kita saja, tetapi mungkin juga bangsa kita, bangsa Indonesia, yang tertinggal terus dibanding negara-negara lain, padahal sumber kekayaan alam Indonesia berimpah.Menurut data dari World in Figure (Harian Pikiran Rakyat Juli 2006) mencatat bahwa, lada putih, pala, LNG dan kayu lapis Indonesia penghasil nomor 1(satu) di dunia. Karet dan timah nomor 2(dua) , tembaga, batu bara,minyak dan ikan termasuk 10 (sepuluh) besar dunia. Indonesia memiliki 325 jenis flora dan fauna. Padahal Tuhan telah menyuruh kita dalam ayat-ayat-Nya dalam Surat Al-alaq dan Al ‘Asr.
“Bacalah, Tuhan-Mulah Yang Maha Pemurah, yang mengajar dengan kalam, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Lihat saja negara Jepang,ekonominya maju pesat melampaui negara-negara lainnya. Hasilnya menakjubkan, karena mereka telah membaca, belajar, meyempurnakan terus menerus  dengan memanfaatkan waktu. Kaum mudanya dikirim oleh pemerintahnya ke berbagai negara di kawasan Eropa dan Amerika secara besar-besaran , dengan tujuan membaca atau belajar. Semua buku-buku barat diterjemahkan kedalam bahasa Jepang sehingga memudahkan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dunia barat. Buku-buku itu dijual dengan harga yang murah, untuk mendorong agar bangsa Jepang gemar membaca. Hal ini dapat dilihat dimana-mana di Jepang, baik di kereta, di bus,atau dimana saja, hampir semua membaca. Setelah semua ilmu pengetahuan telah mereka serap dan mereka kuasai, maka mereka menyempurnakannya lagi. Contoh, produksi mobil di Amerika Serikat seperti Chrysler, Ford, atau Chevrolet umumnya berbentuk besar, berat, dan boros bahan bakar. Oleh bangsa Jepang hal itu bibaca, dicermati, dievaluasi, dan pada akhirnya disempurnakan. Kemudian lahirlah industri mobil Jepang yang memproduksi mobil yang ringan, murah, dan hemat bahan bakar.Seperti kita ketahui saat ini industri mobil Jepang bisa dikatakan telah menguasai sebagian besar pangsa pasar jenis mobil sedan, seperi merk Honda, Toyota, atau Suzuki. Ini contoh nyata dari suatu kebiasaan membaca, kebiasaan berfikir, dan kebiasaan mengevaluasi dan menyempurnakan.
      Itulah contoh nyata dari hasil Iqra’ dan Al-Asr yang telah difirmankan Allah Swt 1400 tahun yang lalu.[DP : 2]
Wallahu a’lam.                                                                      
                           

Sukses Tapi Tidak Bahagia,Mengapa?


    

 Banyak sekali orang yang merasa sudah mencapai cita-cita atau mencapai puncak kesuksesan baik karier ataupun materi, tetapi merasakan sesuatu yang “hampa dan kosong”. Umumnya, mereka baru menyadari bahwa mereka telah menaiki tangga yang salah, justru setelah mencapai puncak tertinggi anak tangga kariernya. Ternyata pada akhirnya, uang harta, kehormatan, dan kedudukan bukanlah sesuatu yang mereka cari selama ini.
“Dan mereka berkata, kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tak ada yang membinasakn kita selain masa, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja”.
                                                                                                  QS Jaatsiyah ayat 23
Orang-orang sukses tersebut, jelas orang yang sangat bermanfaat secara sosial da ekonomi bagi suatu perusahaan, tapi kehilangan makna spiritual dalam dirinya sendiri. Penyakit seperti ini banyak diderita oleh orang-orang modern yang sering dinamakan spiritual patology atau spiritual illness (sakit jiwa). Lihatlah beberapa contoh pristiwa yang belum lama ini terjadi, seperti presiden direktur Hyundai yang meninggal secara mengenaskan, ia mati bunuh diri dengan meloncat dari gedung pencakar langit yang tinggi. Juga seorang top eksekutif Indonesia yang mati bunuh diri dengan terjun bebas dari sebuah apartemen di Jakarta berlantai 56.
“Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya  kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.
                                                                                         QS Thaahaa ayat 124
Apabila diibaratkan dengan tatanan galaksi, maka manusia seperti ini dapat diibaratkan sebagai salah satu benda langit (bisa planet, astroid atau benda angkasa lainnya) yang telah memiliki garis edar, namun ia tidak mengetahui pusat orbit yang dikitarinya. Mereka telah bergerak pada garis edar dengan baik dan benar (in line), tetapi ia tidak tahu benda apakah gerangan yang acapkali dikelilinginya. Mereka frustasi tak tahu apa yang sebenarnya mereka cari.
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat sesuai dengan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya ,dan meletakan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah lagi yang akan memberikan petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
                                                                                      QS Ajaatsiyah ayat 23
Penjelasan ini bukan berarti bahwa yang benar itu adalah menjadi seseorang “pertapa spiritual” yang hanya duduk diam merenung serta menikmati indahnya spiritualitas. Manusia seperti ini kurang cocok apabila hidup di dunia modern yang penuh tantangan, karena sering kali type manusia seperti ini lari dari tanggung jawab. Sebaliknya, jenis manusia seperti ini dapat dikatagorikan sebagai “bermakna tetapi tidak atau kurang bermanfaat”,Ia Sudah mengetahui pusat orbitnya tetapi tidak mengetahui garis edarnya, artinya sudah memiliki spiritualitas tinggi tapi tidak memiliki kinerja yang baik.
      Yang diharapkan sebenarnya, adalah seorang yang memiliki pusat orbit dan mengerti secara jelas mengapa ia mengorbit dan bergerak pada garis edar. Artinya, ia memiliki pusat orbit yang benar yaitu nilai-nilai spiritual, memahami secara jelas siapa sang pemilik nilai-nilai spiritual tadi, pun aktif bergerak dan berkarya dengan kinerja yang optimal, namun tetap memegang teguh inner values atau nilai-nilai mulia yang dikitarinya. Dia-lah insan Kamil ,yang mendorong atau mengarah ke dalam batin, menempatkan hati sebagai pusat orbit dan amal saleh sebagai garis edar.
       Pusat orbit yang berada ditengah adalah sebuah nilai spiritual dan sumber energi, apabila dikiaskan, ia menjadi energi penggerak bagi seluruh planet-planet yang beredar mengelilinginya. Namun banyak diantara planet dan benda-benda angkasa tersebut tidak mengetahui mengapa ia terus menerus berputar mengelilinginya. Ia hanya berputar sepanjang waktu tanpa mengenal apakah sebenarnya pusat orbitnya itu dan mengapa ia harus melakukan aktivitas tersebut. Ia hanya memiliki keyakinan untuk berkeliling, namun tidak mengetahui apa makna aktivtas yang dilakukannya.
      Kiasan tersebut menggambarkan seorang manusia yang tidak mengetahui tujuan hidupnya secara jelas, mengapa ia harus terus bekerja sepanjang tahun secara terus menerus. Ia pun tidak mengetahui apa pusat orbit yang dikelilinginya sepanjang hidupnya. Ia tidak tahu untuk apa ia hidup? Bahkan ia tidaktahu kemana ia akan pergi nantinya.
“Katakanlah ,sesungguhnya aku diperintahkan Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama”.
                                QS Az-Zumar ayat 11
      Ayat di atas menekankan, bahwa agamalah yang bisa memberikan solusi agar manusia menjadi sadar untuk apa ia bekerja dan apa tujuan hidupnya, sehingga membuat ia menjadi bahagia dalam hidupnya. Karena, menurut T.A Latief Rusdiy, bahwa agama adalah kepercayaan adanya sesuatu kekuatan yang melebihi segala yang ada, dan kekuatan itu adalah asal dan tempat bergantung dari segala yang ada, yaitu Tuhan YME, Yang Maha Suci dan Maha Berkuasa. Tanpa agama, manusia akan kehilangan arah dan terombang-ambing dalam hidupnya. Tanpa agama manusia akan menomor satukan benda dalam segala hal, yang akhirnya menjadi manusia gila harta (materialistis). Ia merasa tanpa harta hidupnya gagal. Harta itu pula yang menyebabkan ia frustrasi dan lalu ia bunuh diri.
      Pilihan yang terbaik, tentu saja jalankanlah agama yang haqq, yaitu agama Islam yang telah diridhai Allah Swt sesuai dngan firman-Nya dalam QS Al-Maidah ayat 3 :
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah aku cukupkan rahmat-Ku atasmu, dan Aku telah ridha Islam jadi agamamu”
Wallahu a’lam.[DP : 5]     

Jika, Khusuk, Ikhlas Dan Pasrah Jiwa Kita Menjadi Tenang



      Ada tiga hal yang harus kita perhatikan supaya jiwa dan fisik kita menjadi tenang dan sehat. Ketiga hal itu adalah khusuk, ikhlas,dan pasrah.Khusuk, adalah pemusatan pikiran pada Sang Maha Kuasa ketika berdoa dengan penuh konsentrasi dan dengan kerendahan hati. Sebab, salah satu penyebab tidak terkabulnya doa adalah karena kita tidak khusuk, hati dan pikiran kita  mengerawang, tidak ikut hadir pada saat berdoa, alias berdoa hanya di mulut saja, tidak sepenuh hati. Jadi mestinya,hilangkan pikiran lain, konsentrasi pada kata-kata yang kita ucapkan ketika berdoa.
      Ikhlas, artinya ridha menerima segala sesuatu yang tidak mengenakan pada diri kita dan harus diterima dengan ikhlas, tidak mengeluh, tidak komplain atas sesuatu kejadian atau musibah yang sering kita alami atau terima.
      Yang membuat kita makin sakit adalah karena kita tidak mau menerima dengan ikhlas rasa sakit atau masalah yang sedang kita hadapi itu. Kalau kita ikhlas, apapun yang kita alami menjadi sarana mensucikan diri dari dosa dan kesalahan yang pernah kita lakukan. “Wong sakit kok disuruh ikhlas, saya ini pingin sembuh”,begitu respon kebanyakan orang yang sedang sakit. Orang semacam itu biasanya sulit sekali sembuh, ia gelisah karena tidak ikhlas. Itulah paradox penyakit, semakin kita berontak, semakin sering ia menghinggapi kita.Semakin ikhlas kita menerimanya, semakin cepat ia pergi. Jadi ikhlaskan hati anda, maka rasa sakit anda akan pergi, kalaupun ia tak kunjung pergi juga, at least sakit itu dapat menjadi berkah penebus dosa, penambah pahala.
      Pasrah, berbeda dengan ikhlas. Kalau ikhlas menerima dengan legowo apapun yang kita alami saat ini, sedangkan pasrah adalah menyerahkn kepada Allah apapun yang terjadi nanti. Kita pasrahkan kepada-Nya apapun yang terjadi. Apakah nanti rasa sakit yang kita alami semakin parah, semakin membaik, atu sembuh total kita pasrahkan kepada Allah Swt. Pasrah atau disebut juga “tawakal” ialah kita hanya percaya kepada Allah, kita sadar bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi kecuali atas kehendak Allah, semuanya atas kehendak Allah, semuanya karena kebijakan Allah. Kita pasrah ketika menerima kehendak Allah tanpa merasa bertanya-tanya atas kehendak-Nya, karena kita telah beriman dan yakin seyakin-yakinnya dengn segala keputusan yang diberikan Allah kepada kita. Namun, pasrah bukan berarti “fatalisme”, pasrah sejati disertai usaha optimal untuk mencari solusi. Jadi, pasrah adalah sebuah kondisi jiwa bukan kita menyerahkan diri kita kepada Allah tanpa usaha, tentu saja harus dibarengi dengan semangat juang dan usaha yang pantang menyerah, sehingga akan memberikan ketenangn jiwa dan kedamaian pikiran, karena yakin bahwa segala permasalahan kita adalah dalam genggaman-Nya. Dan bagi orang yang pasrah, Allah akan mengambil masalahnya. Allah sendiri yang akan turun tangan untuk menyelesaikan permasalahannya.
      Seperti Nabi Ibrahim berdoa mempasrahkan dirinya kepada Allah ketika Ia akan dibakar, dalam QS Ambiya ayat 69 ,”Cukuplah Allah sebagai penolongku”maka jadi dinginlah api yang hendak membakarnya. Atau Nabi Musa yang berdoa ketika berhadapan dengan Fir’aun, “Aku serahkan masalahku kepada Allah ,sesungguhnya Dia Maha Melihat segala urusan hambanya” (QS Taaha ayat 25”). Allah pun berpesan ,”Dan jika telah kau bulatkan tekadmu, maka slanjutnya, pasrahkanlah kepada Allah  Swt, sesungguhnya Ia mencintai orang-orang yang berpasrah diri dan katakan dengan rahmat dan karunia Allah hendaklah kamu berbahagia, karena rahmat dan karunia-Nya lebih baik dari  yang kamu usahakan”.
      Sebagai ilustrasi, pada tahun 1952 ,tuan Laster Levenson  adalah seorang wira usahaan sukses dan pakar Fisika, diusianya yang ke 42 menderita berbagai macam penyakit fisik dan psikologis. Kesuksesan karir dan finansil tidak membuatnya bahagia. Ia menderita depresi berat, sakit ginjal, lever membengkak, dan beberapa komplikasi parah lainnya. Suatu hari, dokter yang menanganinya menyerah dan mmpersilakan dia pulang untuk menjemput kematian dengan damai di apartmennya di Central South Park, New York USA. Laster Levenson adalah pria yang suka tantangan, alih-alih menyerah, dia malah memutuskan untuk kembali ke laboratorium dan mencari jalan keluar atas masalah dirinya. Dia melakukan refleksi, dan akhirnya menemukan cara pasrah untuk melewati segala keterbatasan dirinya,”to letting go of all any inner limitation” begitu ia menyebutnya. Selama 3 bulan ia mempraktikan metode pasrah ini. Dan secara ajaib semua penyakitnya sembuh, bahkan memasuki kondisi kedamaian dan kebahagiaan yang terus ia rasakan hingga hari kematiannya, 18 Januari 1994, yaitu 40 tahun setelah vonis dokter, luar biasa. Metode pasrah ala Laster Levenson dikembangkan di Amerika Serikat, oleh muridnya yang setia bernama Hole Dwoskin, sampai sekarang ratusan ribu orang telah memetik manfaatnya dan ternyata efektivitasnya telah diakui para ahli dan dibuktikan oleh beberapa penelitian, salah satunya dilakukan oleh lembaga penelitian terkemuka, Harvard Medical School.
“Yaitu, orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya kami kembali”.
                                                                                   QS Al-Baqarah ayat 156
Kata kunci dari ketiga pokok yang diuraikan di atas, bahwa “ikhlas”kita sikapi atas sesuatu yang telah terjadi. Sedangkan “khusuk dan pasrah” kita sikapi atas sesuatu yang belum terjadi. Nah, apabila kata kunci itu kita fungsikan dengan sebenarnya, Insya Allah jiwa dan fisik kita menjadi tenang dan sehat.[DP : 16]
Wallahu a’lam.