19/04/12

Kekuatan Ihsan Dan Kesuksesan

Beberapa tahun yang telah lewat, ketika penulis mengikuti training dalam bidang Metrology and Measurement Standard di Jepang, berkunjung ke salah satu pabrik timbangan Cyo Balance yang terkenal di Jepang, kaget luar biasa ketika memasuki toilet sekitar lobby perusahaan tersebut. Betapak tidak?.Kebersihannya bak layaknya hotel berbintang. Padahal saya tahu, umumnya mereka adalah pekerja-pekerja pabrik. 

Seperti biasa, setiap kunjungan selalu diakhiri dengan meeting. Setelah meeting, saya langsung keluar ruangan mendahului mereka. Beberapa langkah berjalan, saya menoleh ke belakang, dan saya melihat mereka sedang merapikan kembali kursi-kursi seperti pada saat awal meeting. Saya kemudian bertanya kepada koordinator training saya. “Mengapa mereka senantiasa merapikan kembali kursi setelah rapat? Bukankah ada petugas khusus yang akan membersihkan ruangan rapat ini”? Koordinator saya menjawab, “Dalam budaya Jepang, kita harus memikirkan orang lain yang akan menggunakan ruang rapat itu, kita harus senantiasa memberi dan menolong”. Itulah salah satu contoh sederhana peri laku “ihsan”, yaitu berbuat sesuatu dengan suka rela dan penuh keikhlasan.

Dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad Saw pernah mengatakan, bahwa ihsan adalah ,”mengabdi kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, maka sesungguhnya Ia melihat kamu”.

Ihsan berasal dari kata “husn”,yang merujuk kepada kualitas sesuatu yang baik dan indah. Dalam kamus bahasa, dinyatakan bahwa kata “husn” dalam pengertian umum bermakna tentang setiap kualitas yang bermakna positip (kebajikan, kejujuran, indah, ramah dan lain-lain). Dengan kata lain, ihsan adalah berbuat sesuatu dengan sangat indah. Al Qur’an menggunakan kata ihsan dan muhsin (orang yang mengerjakan suatu yang indah) dalam 70 (tujuh puluh) ayat. Secara menonjol, ia sering merujuk kepada Allah, sebagai sesuatu yang indah. 

Allah mengerjakan yang indah, dimulai dengan penciptaan keindahan itu sendiri, sementara keindahan ciptaan Allah yang tertinggi adalah manusia yang dibentuk dari “bayangan” terindah Allah melalui percikan 
“Asmaul Husna-Nya), yaitu sifat-sifat indah Allah, yang selanjutnya akan menjadi value dan drive manusia.

Jika Allah mengerjakan sesuatu yang indah melalui manusia, maka manusia memiliki kewajiban untuk mengerjakan sesuatu yang indah dalam berhubungan dengan Allah dan makhluk lainnya. Dengan kata lain, manusia harus berbuat sesuai dengan fitrah (drive) mereka atau sesuai dengan nilai-nilai (value) spiritual, suatu keadaan yang murni (spirit,yang ditempatkan Allah dalam diri mereka).

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan mantap kepada agama, menurut fitrah Allah yang telah menciptakan fitrah itu pada manusia. Tiada dapat diubah (hukum-hukum) ciptaan Allah. Itulah agama yang benar,tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”

Ihsan adalah berbuat kebaikan seolah-olah seseorang melihat Allah. Dalam situasi seperti ini, seseorang harus menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang dapat bersembunyi dari pandangan Allah, untuk tujuan melakukan semua perbuatan semata-mata demi Allah. Salah satu motivasi untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memahami bahwa Allah selalu hadir dalam setiap jengkal langkah hidup kita. Hal ini tidak hanya berarti bahwa Allah senantiasa melihat apa yang kita kerjakan, tetapi Allah juga melihat apa yang sedang kita pikirkan. Allah mengetahui segala sesuatu, baik yang terlahir maupun yang tersembunyi, termasuk pikiran kita yang paling rahasia sekalipun.

“Bukankah Allah adalah bagian yang paling Mengetahui apa yang ada dalam dada setiap manusia.? QS An-Kabuut ayat 10

Ihsan menghendaki bahwa manusia harus menyadari akan kehadiran Allah dan berperilaku dengan sebaik-baiknya, bahkan ihsan juga menuntut agar brfikir, merasa, dan berniat secara baik pula.Ihsan tidak cukup hanya dengan kebaikan perbuatan lahiriah, melainkan juga pikiran dan sikap bertindak yang selaras dengan perbuatan batiniah. Tidak boleh ada pertentangan antara apa yang dipikirkan manusia dengan apa yang dikerjakannya. Harmonisitas kejadian di atas sering disebut dengan ikhlas (ketulusan). Ikhlas merupakan keadaan yang sama antara sisi batin dan lahir ketika Allah memberikan sesuatu kepada manusia, baik yang mengembirakan ataupun yang menyedihkan.

Ada hal yang menarik ketika berbicara “esensi ihsan”,kemudian mengaitkannya degan fenomena orang-orang yang sukses yang selalu memiliki model dan ciri khas yang sama, yaitu motivasi mereka bukan lagi semata pada materi melainkan motivasi yang bersandar pada nilai-nilai yang bersifat spiritual, dengan rasa tulus,rasa kasih dan tanggung jawab, rasa sosial dan rasa mau menolong pada sesamanya.

Pendapat ini diperkuat oleh Jack Welch dari General Electric, dalam sebuah pidatonya mengungkapkan,”Yang dibutuhkan saat ini adalah pemimpin-pemimpin yang memiliki landasan spiritual untuk memimpin sebuah perusahaan”.Lebih lanjut, menurut Gay Hendricks dan Kate Ludemen (konsultan terkenal) dari sebuah perusahaan, mengadakan sebuah penelitian terhadap 800-san manajer perusahaan yang mereka tangani, selama 20 tahun, membuat suatu kesimpulan yang mengejutkan, “Apabila Anda hendak mencari orang-orang yang memiliki nilai-nilai spiritual sejati, Anda tidak hanya menemukannya di tempat-tempat ibadah, tapi justru di korporasi-korporasi yang sukses.” 

Hasil interview Hendricks menunjukan pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaan ke puncak kesuksesan adalah orang-orang yang memiliki integritas (berani, jujur, tak pernah putus asa, terbuka, mampu menerima keritik, rendah hati, mampu memahami orang lain dengan baik, memiliki spiritualitas yang non dogmatis, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri sendiri dan orang lain). 

Para pemimpin yang sukses lebih mengamalkan nilai-nilai spiritual . Itulah” ihsan”,yang dikala ia berbuat sesuatu, ia merasa dilihat oleh Allah Swt.
“Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dengan tulus ikhlas mengerjakan agama karena Allah”.(QS Anisaa ayat 146).      [DP : 5]

Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar